Beliau adalah Muhammad bin Ibrahim Abubakar as-Susi ash-Shufi. Beliau berdomisili di Ramla, Syiria. Beliau sempat “berjumpa” dengan Syaikh ‘Amu dan Syaikh Ahmad al-Kufani. Beliau wafat di Damaskus pada bulan Dzulhijjah tahun 386 Hijriah.
Sebagaimana telah diriwayatkan oleh Syaikh Abu Isma’il ‘Abdullah al-Anshari al-Harawi yang populer dengan sebutan Syaikh al-Islam, Syaikh Abubakar as-Susi menyatakan bahwa sudah sepantasnya kalau beliau memiliki qawwal, seseorang yang bisa membacakan dengan baik dan merdu untaian-untaian kalimat Arab.
Maka orang-orang di sekitar beliau lalu menyebar, menginspeksi dan mencari seorang qawwal, tapi mereka tetap tidak menemukannya. Salah satu dari mereka mengatakan: “Wahai Syaikh Abubakar, kami telah berkeliling tapi tidak menemukan seorang qawwal.
Tapi di tetangga saya ada seorang penyanyi yang masih muda. Kalau jenengan mau, saya akan mencarinya. Syaikh Abubakar as-Susi memberikan dengan baik: ‘Oke, boleh’.” Orang-orang beliau itu kemudian pergi untuk menemui penyanyi yang masih muda. Mereka memanggilnya. Tapi dia sedang mabuk. Seperti tak hirau dengan apa pun.
Akhirnya sang penyanyi muda itu datang juga ke hadapan Syaikh Abubakar as-Susi. Dia membaca bait berikut ini: “Para sufi itu bersaudara di dalam kebaikan. Antara yang satu dengan yang lain dihubungkan oleh nasab.”
Mendengarkan pembacaan bait tersebut, muncullah kegembiraan bagi setiap orang yang ada di sana. Demikian pula dengan rasa rohani yang telah dicecap oleh Syaikh Abubakar as-Susi. Sama saja. Mereka semua merasa bahagia karena itu. Sebuah kesenangan yang betul-betul sublim pada diri mereka.
Setelah mereka merasa bahagia lewat sebait kalimat itu, sang penyanyi kemudian jatuh. Tidak tanggung-tanggung, dia jatuh pada sajadah Syaikh Abubakar as-Susi. Beliau kemudian bilang pada orang-orangnya yang ada di situ: “Jangan katakan apa pun kepadanya. Tutuplah dia dengan sajadah itu. Kalian semua berpencar dan tidurlah di tempat yang lain.”
Sang penyanyi muda itu kemudian terbangun dari tidurnya. Dia sangat heran mendapatkan dirinya berada di sajadah Syaikh Abubakar. Tergantung sebagaimana lampu, seperti sebuah kendil. Dia bingung, sepenuhnya bingung. Dia menjerit. Dia berkata: “Katakan demi Allah, ini kondisi apa? Untuk apa aku datang ke sini?”
Seseorang kemudian datang kepadanya. Menjelaskan dari awal hingga akhirnya dia datang ke tempat itu. Dia kemudian merenung tentang dirinya. Dia bertobat. Dia mencopot baju dan menggantinya dengan baju sufi. Dan jadilah dia sebagai bagian dari sahabat Syaikh Abubakar as-Susi.
Betapa beruntung dia. Sebagai seorang pemabuk dalam pemahamannya yang paling gamblang. Di dalam kondisi tidak sadar, diajak oleh orang-orang untuk memasuki sebuah kebun rohani yang sangat teduh. Lalu rahmat Tuhan semesta alam mengunci hatinya sehingga dia kerasan di situ. Wallahu a’lamu bish-shawab.
- Syaikh Abu al-Hasan al-Hamadzani - 13 December 2024
- Syaikh Abu al-Husin as-Sirwani ash-Shaghir #3 - 6 December 2024
- Syaikh Abu al-Husin as-Sirwani ash-Shaghir #2 - 29 November 2024