Syaikh ‘Imran ats-Tsulutsy

Beliau adalah sebagaimana judul di atas. Tidak lebih dan tidak kurang. Setidaknya menurut kitab-kitab thabaqat yang ada perpustakaan saya. Kata ats-Tsuluts yang dinisbatkan kepada namanya tersebut adalah sebuah nama desa di Mesir. Dan beliau berasal dari sana, bukan dari desa yang lain.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tidaklah makan kecuali bersama seorang tamu atau banyak tamu. Karena itu, beliau disebut dengan bapak para tamu. Kebiasaan beliau ini betul-betul sangat baik hingga kedermawanannya itu dikenang orang sampai hari ini. Betapa sangat baik akhlak soal beliau.

Bahkan berabad-abad setelah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, Syaikh ‘Amu menyatakan bahwa Syaikh Nahawandi tidaklah memasak masakan sehingga datang kepada beliau seorang tamu atau beberapa orang tamu. Demi tamu-tamu itulah beliau masak. Dan masakannya itu tentu saja merupakan masakan pilihan.

Betapa beliau sangat perhatian untuk mempedulikan orang lain. Tanpa kepedulian terhadap orang lain, tidak mungkin beliau melakukan hal itu. Hal itu menunjukkan bahwa spiritualitas beliau sangat bagus. Itulah yang oleh Syaikh ‘Abdulqadir al-Jailani dikatakan bahwa hati seseorang yang sehat akan penuh dengan kasih sayang kepada sesama.

Jadi, sangat bisa dipahami bahwa Nabi Muhammad Saw adalah orang yang paling kasih sayang kepada umat manusia, kepada apa saja. Bukankah hati beliau adalah hati yang paling sehat? Pasti. Sebab, siapakah yang lain lagi? Tidak ada. Tidak akan pernah ada. Beliau adalah orang yang paling takut kepada Allah. Paling kasih sayang kepada sesama.

Diceritakan oleh Syaikh Abu Isma’il ‘Abdullah al-Anshari al-Harawi yang dikenal dengan sebutan Syaikh al-Islam bahwa beliau memiliki seorang guru rohani yang menceritakan dari Syaikh Muhammad bin ‘Abdullah, kalau beliau berkehendak melakukan perjalanan, maka beliau tak lupa berhenti di Nisapur dulu.

Pernah suatu ketika beliau berhenti di suatu masjid di Nisapur. Lalu, masuk seorang yang sangat berwibawa ke dalam masjid itu dan bertanya: “Kau mau ke mana?” Yang ditanya itu menjawab: “Bepergian.” Dia bertanya lagi: “Apakah ada orang yang kau tuju?” Dijawab: “Tak ada.” Dia bertanya lagi: “Bagaimana nanti kau berbuat?”

Dijawab oleh beliau: “Pada waktu darurat, aku meminta uang atau makanan pada manusia.” Dia bertanya lagi: “Siapakah orang yang kau senang? Apakah orang yang memberimu atau orang yang tidak memberimu?” Dijawab bahwa beliau suka orang yang memberi uang atau makanan kepadanya.

Padahal orang itu mesti senang seseorang yang tidak memberikan sesuatu kepadanya. Kenapa? Karena seseorang yang memberikan sesuatu kepada orang lain, pastilah orang lain itu itu akan menjadi budak kebaikannya, tidak mungkin tidak. Sedangkan orang tidak memberikan apa-apa pada orang lain, dia terbebas dari kebaikannya.

Maka, jadilah seperti Nabi Muhammad Saw yang tidak mau menerima sedekah. Seberapa pun itu. Tapi kalau hadiah, beliau mau. Apa perbedaan sedekah dan hadiah? Sedekah itu diberikan kepada kita karena kelemahan diri kita, tapi hadiah diberikan kepada kita karena prestasi diri kita. Betapa jauh perbedaannya. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Kuswaidi Syafiie
Latest posts by Kuswaidi Syafiie (see all)

Comments

  1. nabila Reply

    cerita nya bener bener sebagus itu gusy alurnya masuk banget ini jangan lupa baca ya gusy ini bener bener bagus banget

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!