
Desember 2017
Seseorang menghubungiku mengatakan bahwa sekolah tempat aku diterima sebagai guru tidak memiliki murid. Orang itu bernama Mei dan dia adalah calon rekan kerjaku. Kami lulus sebagai guru di sekolah yang sama. Sekolah itu terletak di atas bukit yang penuh lubang bekas tambang. Mei telah lebih dulu mengunjungi sekolah itu dan kepala dusun yang tinggal tepat di depan sekolah memberitahunya kabar bahwa sekolah itu tidak punya murid. Rasa-rasanya itu bukan kabar melainkan cerita legenda yang dibesar-besarkan. Mana ada sekolah yang tidak punya murid. Aku perlu mengeceknya sendiri. Sebenarnya aku ingin datang bulan depan sesuai dengan waktu mengajar berdasarkan Surat Keputusan tetapi aku tidak bisa menahan diri untuk membuktikan kebenaran kabar itu.
Sekolah itu benar-benar tidak memiliki murid.
Januari 2018
Setiap hari adalah setiap hari dan setiap hari adalah aku. Pagi-pagi aku berangkat sebelum ayam-ayam mematuk makanan pertamanya. Butuh dua jam perjalanan untuk tiba di sekolah dan aku selalu tiba sebelum siapa pun tiba. Ruang guru menjadi tempat paling ramai di sekolah dan ruang kelas adalah sarapan pagi orang miskin. Kepala sekolah menyapa kami satu per satu sebelum duduk di ruangannya dan membuka laptop sampai jam sepuluh memanggilnya pulang. Dia kemudian menepuk pundakku dan mohon undur diri karena hari akan dimulai di tempat lain. Aku diperbolehkan pulang jika aku mau tetapi aku tidak tahu ke mana aku harus pulang.
Setiap hari adalah setiap hari dan setiap hari adalah aku.
Maret 2018
Aku akhirnya mengetahui kenapa sekolahku tidak memiliki murid dan kenapa murid-murid tidak memiliki sekolahku. Sekolahku adalah sekolah satu atap di mana anak SD diajar oleh guru yang sama. Guru-guru yang mengajar anak-anak itu di saat SD adalah guru-guru yang akan mereka temui lagi saat SMP dan guru-guru ini sama tidak bersemangatnya dengan hari-hari membosankan dalam hidup. Anak-anak memilih pergi sebelum bertemu kembali dengan kebosanan dan kebosanan bisa aku rasakan ketika mengajak rekan-rekanku mempromosikan sekolah kami ke desa-desa tetangga. Mereka menolak dan mereka lebih suka pulang jam sepuluh setiap harinya dan mereka lebih suka sekolah ini dirobohkan saja tetapi tidak dengan gaji mereka. Itu belum semuanya. Aku juga mendengar cerita seorang Tuan Guru yang berkata dia tidak akan mendoakan jenazah keluarga yang tidak menyekolahkan anaknya di pesantren miliknya. Aku merasa seperti berada di dalam tungku yang membakar habis diriku dan aku ingin membakar habis Tuan Guru.
Aku bertanya di mana orang itu sekarang dan Mei berkata orang itu sudah lama pindah.
Juli 2018
Aku menggali lubang-lubang kecil di halaman sekolah untuk menanam cabai dan tomat dan juga harapan. Cabai dan tomat tumbuh tetapi harapan tidak pernah muncul ke permukaan. Apakah harapan tidak bisa tumbuh di tanah ini? Aku bertanya-tanya kepada ayam yang mematuk rezeki dan mendapati sisa-sisa kerak jerami atau paku karatan atau segala sumber kehidupan yang telah pindah lokasi.
Kepala sekolah berkata kita akan dipindahkan ke sekolah-sekolah terdekat.
Agustus 2018
Kami tercerai-berai dan aku tidak merindukan rekan-rekan kerjaku kecuali Mei. Dia pindah ke sekolah di kota dengan menjaminkan uang berjuta-juta pada seseorang yang punya pengaruh. Aku dipindahkan ke sekolah di mana aku tidak perlu lagi bicara kepada kelas-kelas kosong untuk memastikan apa yang kupelajari di kampus dulu tidak pergi dari kepalaku. Sekolah itu berjarak satu desa lebih jauh dari sekolah lama tetapi berjarak satu desa lebih dekat pada harapan. Sekarang aku merasakan kesenangan berbicara kepada manusia dan aku menjadi wali kelas untuk kelas dua sekolah menengah pertama. Ada tiga murid di kelas itu. Dua orang laki-laki dan seorang gadis manis yang membuat hari-hariku bagaikan makanan penutup. Gadis itu terlalu manis untuk berada satu kelas dengan lulusan rumah sakit jiwa yang menusuk temannya dengan potongan seng. Gadis itu terlalu manis untuk berada satu kelas dengan seorang bocah yang mencuri uang Kepala Desa dan hampir mati digebuk orang satu desa. Gadis ini terlalu pintar untuk satu kelas dengan anak-anak yang tidak tahu berapa hasil dua kali dua dan belum lancar membaca.
Aku ingin memindahkannya ke sekolah tempat Mei mengajar.
September 2018
Suriatin namanya dan orang-orang memanggilnya Atin. Dia tinggal bersama ibunya. Aku mendengar cerita bahwa Atin tinggal berdua saja dengan ibunya. Ibu dan anak ini menumpang di rumah kakak ayahnya. Mengenai di mana ayahnya sekarang tidak seorang pun yang tahu. Ada yang bilang ayah Atin kawin lagi di Malaysia dan beranak pinak seperti kelinci dan karena itu tidak pernah kembali. Ada yang bilang ayah Atin kawin lagi dan hidup di kampung istrinya di Jawa. Ada yang bilang ayah Atin telah mati di tengah hutan Sumatera. Atin tidak terpengaruh oleh cerita-cerita itu. Setiap hari dia datang ke sekolah melempar senyum kepada bangunan tua tak terawat dan kepada guru-guru berwajah lelah dan kepada dua malas teman sekelasnya. Atin selalu belajar dengan serius dan bercita-cita menjadi kepala sekolah. Dia ingin membangun sekolah di luar angkasa buat orang-orang seperti dirinya dan teman sekelasnya yang tak sekolah mana pun di bumi sudi menerimanya. Bukannya sekolah ini di bumi? Aku bertanya dan Atin menyanggah. Dia berkata kita tidak sedang di bumi. Bapak tidak mungkin orang bumi.
Aku merasa gravitasi adalah pembohong ulung.
November 2018
Atin meminta aku membuka hatiku buat Jabal. Dia sebenarnya anak baik dan dunia terlalu keras kepadanya. Aku terpaksa memaafkan Jabal setelah dia mencuri telepon pintarku. Aku bahkan rela menjemput Jabal di rumahnya agar dia mau kembali ke sekolah. Dia takut karena berpikir aku datang untuk menghajarnya. Aku tanya kenapa dia mencuri telepon pintarku. Dia berkata dirinya tidak ingin terus bodoh. Dia berpikir telepon pintar akan membuat otaknya cemerlang. Itu juga alasan dia mencuri uang Kepala Desa dan diburu orang satu kampung. Dia hampir mati jika bukan karena seorang imam masjid di kampungnya berkata bahwa perilaku main hakim sendiri tempatnya di dasar neraka. Orang-orang itu akhirnya melepas Jabal dan mengganti hukumannya dengan melarang anak-anak mereka bermain dengannya. Sejak itu Jabal terpaksa bermain dengan sapi-sapi pembajak sawah milik Kepala Desa. Dia melempar sapi-sapi itu dengan batu seolah dia sedang melempar Kepala Desa. Jabal pernah berkata kepadaku jika sudah besar dia akan merampas segala yang dimiliki Kepala Desa. Aku berkata dendam tidak akan membuat hidupnya tenang. Jabal berkata semua harta Kepala Desa adalah miliknya. Kepala Desa merampas harta keluarganya. Dia berkata akan terus melempar sapi-sapi Kepala Desa. Atin berkata Jabal boleh ganti melempar dirinya jika itu bisa menyelamatkan sapi-sapi.
Aku menduga hati Atin terbuat dari gula-gula.
Desember 2018
Semua orang takut pada Reno dan Reno tidak takut pada semua orang. Reno baru saja memukul kepala Wakasek Kesiswaan setelah lelaki berkumis bapang itu memaksanya menyerahkan buku tulisnya. Di buku itu Reno menggambar tubuh perempuan telanjang. Sebenarnya itu tidak benar. Reno menggambar kaligrafi dan kaligrafi itu menyerupai elok tubuh perempuan. Pak Waka merampas paksa buku itu dari Reno dan Reno mendengus. Reno berubah menjadi Hulk. Reno menarik kemejanya hingga kancing-kancing kemejanya putus. Kemudian dia membanting bangku-bangku di kelas. Pak Waka mendorongnya dan berteriak meminta Reno berhenti membanting bangku-bangku. Dia berhenti membanting bangku-bangku dan ganti membanting Pak Waka. Setelah itu dia lanjut memukul kepala Pak Waka sampai dibutuhkan lima orang dewasa untuk menyelamatkan hidup Pak Waka dari Hulk yang mengamuk. Guru-guru menuntut kepala sekolah agar mengeluarkan Reno. Kepala sekolah menghitung untung rugi mengeluarkan surat pindah. Kepala Sekolah juga takut kehilangan siswa lagi. Kehilangan siswa bisa membuat sekolah itu dibubarkan.
Kepala sekolah mengumumkan Reno tetap bersekolah di tempat kami.
Februari 2019
Lebih satu bulan Reno tidak sekolah dan tidak ada yang lebih menyayangkan ketidakhadirannya melebihi aku. Reno membuat Pak Waka jadi malas datang ke sekolah dan itu membuat sekolah menjadi menyenangkan. Aku tidak suka Pak Waka. Dia pernah memarahiku saat aku membersihkan perpustakaan yang dijadikannya tempat menyimpan semen dan bahan-bahan bangunan. Aku membersihkan dan memindahkan bahan-bahan bangunan itu keluar perpustakaan dan meninggalkannya di lorong. Pak Waka marah-marah. Aku membawa anak-anak SD yang gurunya tidak masuk sekolah untuk bermain di perpustakaan. Pak Waka marah-marah. Katanya anak-anak itu terlalu ribut dan perpustakaan bukan tempatnya ribut. Aku berkata tidak ada anak-anak yang tidak ribut. Dia tidak mau dengar. Dia tidak peduli. Dia meminta anak-anak duduk diam membaca buku. Bagaimana anak-anak disuruh membaca sedang mereka tidak pernah diajarkan membaca?
Aku pergi menjemput Reno agar dia mau kembali ke sekolah.
April 2019
Reno masih datang ke sekolah tetapi lebih sering tidak. Jabal sedikit lebih rajin daripada Reno. Sedikit lebih rajin tidak banyak membantu daftar kehadiran. Daftar kehadiran mereka bolong-bolong karena keduanya masih sering membolos. Aku tidak merasa kehilangan tanpa kehadiran keduanya. Aku tidak masalah jika harus menghabiskan waktu berdua saja dengan Atin dan Atin tidak pernah membolos. Namun akhir-akhir ini dia jarang datang. Sekali datang dan sekali tidak. Dua kali datang dan lebih banyak tidak. Aku tidak tahu apa masalahnya. Tidak biasanya dia tidak ke sekolah untuk waktu lama dan tanpa kabar. Aku bertanya ke Jabal dan dia berkata tidak tahu dan tidak peduli. Aku ingin sekali menginjak kepala anak ini untuk mengusir cacing-cacing dari dalam kepalanya. Aku sempat berpikir untuk bertanya ke Reno tetapi memilih tidak. Aku menghindari terlalu dekat dengannya. Tidak ada yang pernah tahu apa yang akan dilakukannya.
Reno bertanya di mana Atin seolah dia baru sadar teman sekelasnya berkurang satu.
Mei 2019
Atin tidak datang ke sekolah lebih dari dua minggu. Aku meminta alamat agar bisa mengunjungi rumahnya. Kepala sekolah menjelaskan di mana rumah Atin tetapi aku tetap tidak mengerti. Aku lantas meminta tolong Jabal untuk menunjukkan jalan ke rumah Atin. Jabal berkata dia akan mengantarku ke rumah Atin asalkan dia diperbolehkan membawa motorku. Memangnya kamu bisa naik motor? Aku bertanya dan dia menjawab dirinya lebih dulu bisa naik motor sebelum bisa naik kelas.
Jantungku berloncatan saat aku membiarkan Jabal membawa motorku.
Mei 2019
Aku tidak tahu harus berkata apa ketika pertama kali datang ke rumah itu. Aku menemukan Atin dan ibunya tertidur di dapur beralas tikar-tikar yang penuh lubang. Luas bangunan itu hanya sedikit lebih besar dari kamar mandi rumahku. Luasnya mungkin hanya dua kali dua meter dan dibangun dengan bata sederhana yang direkatkan tahi sapi. Ruangan itu gelap dan sempit dan hanya diterangi lampu teplok dan sesak oleh perlengkapan masak dan barang-barang. Begitu masuk aku merasa semua benda hendak menjepitku. Kepalaku pening ketika aku menghirup penderitaan yang memenuhi ruangan itu. Ibu Atin sakit selama berbulan-bulan sehingga tidak bisa masak untuk keluarga itu. Atin terpaksa menggantikan pekerjaan ibunya dan itu membuatnya tidak bisa masuk sekolah. Dia harus mengurus orang-orang itu dan dia harus mengurus ibunya dan dia harus mengurus seisi dunia beserta kekeliruan di dalamnya.
Aku mengerti mengapa Atin berpikir sekolah itu tidak mungkin berada di bumi.
Juli 2019
Aku membawa soal ujian ke rumah Atin dan memintanya mengerjakannya agar dia bisa naik kelas. Pamannya mencegatku di ruang tamu. Dia meminta aku tidak usah repot-repot melakukannya karena Atin akan berhenti sekolah. Ibunya baru saja meninggal dan Atin sudah tidak punya alasan lagi untuk bersekolah. Aku bertanya kapan wanita itu meninggal. Dia berkata tidak lama setelah aku berkunjung. Aku berkata harusnya dia memberitahuku. Dia bingung. Dia tidak mengerti maksud perkataanku. Kukatakan aku wali kelasnya dan dia masih tidak mengerti. Dia tidak mengerti kata-kataku seolah kami ini dua makhluk yang tidak terjembatani bahasa. Kemudian dia berkata Atin akan menikah dalam waktu dekat.
Mulutku pahit seolah baru saja mengunyah parasetamol.
September 2019
Surat pengunduran diri baru saja kubuat dan aku sudah siap menghadap ke ruang kepala sekolah. Namun langkah kakiku lindap saat lewat ruang kelas tempat aku biasa mengajar. Jabal sedang menulis di papan tulis dan Reno sedang menggambar dengan serius di bangkunya. Aku melihat Atin duduk dengan manis di salah satu bangku di dalam kelas. Bukan. Itu bukan Atin. Itu sekadar tipuan mata. Pak Guru! Jabal berteriak memanggilku. Aku mendekat dan berdiri di pintu kelas. Kulihat Reno menghentikan aktivitasnya. Jabal bertanya kita akan belajar apa hari ini. Aku bilang hari ini kita tidak belajar dan mulai sekarang kalian akan belajar sendiri. Setiap hari kalian akan belajar dan kalian akan belajar bahwa dunia ini tidak baik-baik saja dan kalian akan mengerti bahwa kalian tidak akan bisa apa-apa kecuali menerimanya. Jabal berusaha memproses apa yang aku katakan dan aku tahu dia tidak mengerti. Lalu dia berkata dirinya ingin pintar agar bisa jadi guru sepertiku. Dia mau jadi guru agar bisa mengajarkan anak-anak desa supaya tidak bodoh seperti dirinya. Seketika itu juga aku merasa seperti balok es yang ditaruh di aspal jalan saat hari sedang di puncak terik. Keinginanku untuk berhenti meleleh dan menguap. Aku balik badan dan menyobek surat pengunduran diriku dan membuangnya ke tempat sampah. Dadaku terasa penuh saat berjalan masuk ke dalam kelas.
Aku melihat sebuah gambar penis di papan tulis. (*)
Blencong, 2024
Catatan editor: ketiadaan koma sebelum coordinate conjunction (tetapi) adalah keinginan penulis.
- Atin Bercita-cita Menjadi Kepala Sekolah di Luar Angkasa - 13 December 2024
- Apa yang Dibisikkan Kifler ke Telinga Jawwad? - 2 August 2024
- Kursus Mengumpat - 1 December 2023
Dimarifa
Sangat ngilu membacanya, Pak.
irsyad
bagur
wigung
spirit guru
R. Yunus
bagus bagus bagus…
Riana
keren
Aan Kunchay
Keren sekali Bang
Ifan
Diksimu bagus sekali pak.
Saya bisa merasakan getir dan tawa disaat yang bersamaan.
Hagni
Keren
Pudji Rahayu
semoga dunia ini bisa menjadi lebih hangat untuk anak-anak seperti atin, jabal dan reno.