Fiksi dan Fakta dalam Satu Cerita

kover buku borges

Judul Buku      : Parabel Cervantes dan Don Quixote

Penulis             : Jorge Luis Borges

Penerjemah      : Lutfi Mardiansyah

Penerbit           : Gambang Buku Budaya

Tahun Terbit    : Cetakan Pertama, Maret 2016

Jenis                : Cerita Pendek

Tebal               : vi+131 halaman.

ISBN               : 978-602-6776-17-4

Peresensi         : Muhammad Aswar

Nama Jorge Luis Borges kini telah menjadi diksi bagi sastra Amerika Latin dan aliran realisme magis. Karenanya, sastra Spanyol-Amerika (Amerika Latin), telah melahirkan suatu generasi luar biasa. Gabriel Garcia Marquez, Carlos Fuentes, Jose Denoso, dan Mario Vargas Llosa, semuanya mengakui bahwa mereka berutang banyak kepadanya.

Bukan hanya di Amerika Latin, dengan penemuannya terhadap aliran realisme magis, Borges telah menyebar ke berbagai belahan sastra dunia, tidak terkecuali Indonesia. Sastrawan kita banyak belajar kepada Borges untuk meramu aliran sendiri. Sebab, dalam sastra, Borges masih menjadi satu-satunya sastrawan yang mampu aliran di luar dominasi sastrawan Anglo-Saxon dan Amerika Utara.

Menerjemahkan suatu karya yang telah besar lebih dahulu, tentu pekerjaan yang berat. Namun, dengan keteguhannya, Luthfi Mahardianysah telah menerjemahkan beberapa karya Borges, yang lalu disusun dengan judul Parabel Descartes dan Don Quixote. Buku ini memuat 20 cerpen karya Borges, dari Collected Fictions of Jorge Luis Borges (Penguin Books, 1999) dan The Book of Imaginary Beings (Penguin Books, 1974).

Meski hanya menerjemahkan 20 cerpen, pemilihannya sangat memadai untuk membaca Borges secara utuh. Di dalamnya memuat cerpen-cerpen signifikan Borges, mulai yang panjang sampai cerpen yang hanya berbentuk fabel, namun tetap dalam satu koridor yang sama: realisme magis.

“Parabel Cervantes dan Don Quixote”, cerpen yang kemudian dijadikan judul terjemahan ini, adalah cerpen yang hanya berjumlah enam paragraf! Berkisah tentang pertemuan dua tokoh, yang tak lain adalah tokoh rekayasa (Don Quixote) dengan pengarangnya sendiri, Miguel de Cervantes.

Meski terhitung pendek, cerpen ini begitu dalam. Dikisahkan, sebelum kematiannya, Don Quixote bertemu dengan Cervantes di Spanyol. Kedua tokoh ini, meskipun pengarang dan karangannya, memiliki watak yang sama, pemimpi. Keduanya meramalkan, bahwa mereka akan dikenang sebagaimana orang-orang mengenang petualangan Sinbad (hal. 118-119). Dan benar, novel Don Quixote yang berlatar Andalusia (Spanyol), kini menjadi novel utama di Spanyol. Bahkan, nama Don Quixote sendiri telah menjadi nama jalan dan bandar udara di Spanyol.

Yang menarik adalah bagaimana cara Borges mempertemukan dua tokoh yang fiktif dan nyata sekaligus, yang dapat saling berbicara. Seakan-akan keduanya fiktif dan nyata sekaligus. Seakan-akan yang nyata dan fiktif tidak memiliki perbedaan.

Pemisahan dunia fiktif dan nyata itulah yang akan kita temui dalam cerpen-cerpen Borges, bahkan esai juga. Contoh lain dalam cerpen yang sangat masyhur, “Aleph” (hal. 40-70). Aleph sendiri merupakan huruf pertama dalam bahasa Ibrani. Begitu juga dalam bahasa Arab (alif). Dalam cerpen Borges, Aleph menjadi perlambang sesuatu yang berada dalam ruang dan waktu, namun, di sisi lain, melambangkan ruang dan waktu yang universal. Aleph adalah sesuatu yang kecil, namun di dalamnya seseorang mampu melihat segala sesuatu yang terjadi dari awal dunia sampai hari ini, dari sudut timur sampai barat.

Borges berjalan lebih jauh dari karya-karya sastra yang lain dengan realisme magisnya itu, memfiksikan yang nyata dan menyatakan yang fiksi. Sebab, menurutnya, manusia tidak sekadar mampu menghadirkan kisah fiktif, tetapi manusia juga adalah tokoh fiktif di dunia. Selama ini manusia dianggap nyata dan ada, karena ia mampu mengada dalam ruang dan waktu, dua konsep yang sejatinya dibuat oleh manusia sendiri. Seperti misalnya, cerpen “Yang Lain” (hal. 81-96), di mana Borges tua bertemu dengan Borges muda. Juga kisah fantasi sebuah kitab, yang ia sebut “Kita Pasir” (hal. 71-80).

Begitulah cita-rasa yang ada dalam keseluruhan karya Borges ini. Ia mampu menghadirkan suatu ketajaman analitis, perenungan yang tinggi terhadap realitas. Sehingga mampu menjadi aliran lain dalam sastra dunia. Dengan adanya buku Parabel Descartes dan Don Quixote, kita tidak sekadar mengenal Borges dari kebesaran namanya, tetapi juga mampu membaca karyanya secara utuh dan menyeluruh.

Muhammad Aswar
Latest posts by Muhammad Aswar (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!