Koreksi Radikal atas Narasi Sejarah dan Kebudayaan Islam Klasik

Judul         : Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik (abad VII-XIII M)

Penulis      : Prof. Dr. H. Faisal Ismail, M.A.

Penerbit    : IRCiSoD, Januari 2017

Tebal         : 420 halaman

Peresensi   : Habib Rusydi

Mari kita ajukan sebuah postulat: buku bagus pasti ditulis oleh seorang pakar. Buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XIII M) ini ditulis oleh Faisal Ismail, seorang profesor Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam dari UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Berangkat dari postulat tersebut, kita dapat mengambil konklusi: buku ini pasti buku bagus, karena ditulisi oleh seorang pakar. Baiklah, mari kita buktikan benar-tidaknya konklusi ini.

Buku sejarah, pada umumnya, ditulis secara deskriptif. Namun, Faisal Ismail tidak tunduk pada metode itu. Ia memaparkan sejarah Islam era Klasik secara deskriptif sekaligus kritis. Ia memilih satu data yang lebih akurat dan gagasan yang lebih tepat, lalu memaparkan kepada pembaca mengapa ia tidak memilih data dan gagasan lain. Tampaknya, Faisal Ismail berusaha meluruskan sejarah Islam dari penyelewengan-penyelewengan yang umumnya dilakukan oleh para orientalis.

Kita ambil contoh. H.A.R. Gibb mengidentifikasi Islam sebagai Muhammadisme yang tidak jauh berbeda dengan Buddhisme, Hinduisme, Judaisme, dan lain semacamnya. Logika kacau ini ditentang oleh Faisal Ismail menggunakan konsep kerasulan dari Abul A’la al-Maududi. (Hlm. 32–33). Rata-rata sarjana Barat, terutama para orientalis awal, menutup-nutupi kontribusi ilmuwan muslim terhadap Renaissance Eropa. Bahkan, filsuf kaliber Bertrand Russel menafikan sumbangan ilmuwan muslim terhadap perkembangan ilmu pengetahuan Barat. Pendapat-pendapat semacam ini dibantah oleh Faisal Ismail menggunakan analisis para orientalis generasi selanjutnya seperti John S. Badeau, Montgomery Watt, dan Bernard Lewis. (Hlm. 303–304).

Tidak sebagaimana buku-buku sejarah Islam lain, buku ini bersifat paradigmatik. Selain buku ini, Faisal Ismail menulis buku Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Analisis Historis (Ombak, 2015). Bermodalkan paradigma kebudayaan Islam sebagaimana yang tertuang dalam buku itu, pada bab awal, pembaca dituntun untuk memahami secara komprehensif tentang apa yang disebut sebagai kebudayaan dan peradaban Islam ala Faisal Ismail. Sejarah yang ditulis secara paradigmatik lebih terasa gregetnya ketimbang ditulis secara kronikel.

Di kalangan ilmuwan muslim Indonesia, Faisal Ismail terkenal sebagai pemikir yang sangat ketat dalam menggunakan istilah. Karyanya yang bertajuk Kerancuan Pemikiran Nucholish Madjid: Seputar Isu Sekularisasi dalam Islam ditujukan sebagai “kritik istilah”. Menurutnya, istilah yang dipergunakan secara tidak tepat akan melahirkan pemikiran yang keliru. Oleh karenanya, di dalam buku ini pembaca akan dihadapkan pada berbagai analisis istilah.

Misalnya, istilah jahiliah menurut Faisal Ismail tidak berarti bodoh. Sebab, bangsa Arab pra-Islam sudah mengenal teknik bangunan, pengetahuan tentang iklim, astronomi, dan ilmu persajakan. Istilah jahl disematkan kepada masyarakat Arab bukan dalam pengertian ilmu pengetahuan, tetapi dalam pengertian berwatak keras, kasar, mudah marah, dan berperilaku biadab. (Hlm. 56).

Tidak saja soal istilah, Faisal Ismail di dalam buku ini juga kerap meluruskan pemahaman yang menurutnya sudah kadung bengkok. Seperti pemahaman tentang kebudayaan Islam. Menurutnya, buku ini hanya membahas sejarah dan kebudayaan Arab-Islam, bukan sejarah dan kebudayaan Islam secara umum. Sebab, sejarah dan kebudayaan Islam bukan milik Arab, namun milik semua negeri yang kebudayaannya banyak menyerap nilai-nilai Islam. Hanya saja karena the golden age of Islam (era kebangkitan Islam) terjadi di Arab, maka buku ini menjlentrehkan sejarah dan kebudayaan Arab-Islam. (Hlm. 33–37).

Demikianlah beberapa bagian unik dari buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XIII M) karya Faisal Ismail. Dan, kita tahu, salah satu ciri buku bagus adalah bahwa ia memiliki sisi keunikan yang tidak dimiliki oleh buku lain dalam tema yang sama. Perlu diketahui, tidaklah mudah bagi orang untuk menulis tema yang sudah lumrah semacam sejarah dan kebudayaan Islam. Dapat kita hitung, ada berapa penulis, baik dalam maupun luar negeri, yang menggarap tema ini. Namun, pembaca dapat membandingkan nilai lebih yang dimiliki oleh buku ini daripada buku sejarah dan kebudayaan Islam lainnya.

Menurut hemat saya, buku hard cover yang powerful ini dapat dijadikan sebagai buku dasar standar tentang sejarah dan kebudayaan Islam era Klasik, sebab Faisal Ismail menimbanya dari karya-karya yang sudah menjadi klasik, seperti karya Philip K. Hitti, Bernard Lewis, Muhammad Husain Haekal, M. Montgomery, M.A. Shaban, R.M. Savory, Ath-Thabary, Ibnu Ishaq, Seyyed Hossein Nasr, dan masih banyak lagi. Dalam menimba, Faisal Ismail bersikap kritis. Jadi, pembaca akan menemukan kritik dan analisis segar di hampir setiap bab yang mungkin tidak bakal ditemukan di buku lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!