Tentang melodi pengharapan, Maulana Jalaluddin Rumi (1207-1273) mengungkapkannya dengan kalimat-kalimat metaforis yang sangat menawan. Sebagaimana termaktub dalam kitab Matsnawinya jilid dua bait 1025 berikut ini.
“Gemuruh guntur yang seakan bersabung di angkasa menjelang hari-hari musim semi menjadikan kebun berdendang ria dengan pengharapan. Hari-hari pembagian zakat adalah suasana kegembiraan bagi para fakir-miskin. Surat pembebasan dari penjara adalah kabar gembira bagi seorang narapidana.
Sebagaimana juga napas Allah Yang Maha Pemurah yang datang dari arah Yaman, tentang seorang yang sangat diberkati bernama Uwais al-Qarni, menghablur ke arah Nabi Junjungan Saw. di Madinah. Atau seperti kabar semerbak dari Sang Nabi bahwa syafa’atnya akan sampai juga kepada orang yang durhaka dan melakukan dosa besar. Atau seperti wangi Nabi Yusuf yang indah dan lembut, berembus pada roh ayahnya, Nabi Ya’qub yang kerempeng. Semua itu memunculkan tunas-tunas pengharapan yang penuh dengan kegembiraan.”
Betapa karunia Allah Ta’ala melimpah-ruah, menyelusup pada segala sesuatu, sehingga tidak ada apa pun yang tidak dicakup dan tidak diliputi oleh rahmatNya. Itulah sebabnya kenapa pupus pengharapan itu menjadi sesuatu yang sangat terlarang. Sama sekali tidak boleh. Sebab hal itu sama saja dengan tidak menghargai kemurahan dan dermaNya.
Hal paling penting dan utama untuk membuka lebar-lebar pintu pengharapan itu setidaknya ada dua perkara. Pertama, memperteguh perenungan bahwa sesungguhnya segala wujud itu mutlak merupakan derma Allah Ta’ala. Tanpa dermaNya, tidak akan pernah muncul setitik debu pun dari ketiadaan yang senyap dan hampa.
Dan ketika segala sesuatu yang dikehendaki menjadi wujud itu telah direalisasikan, tidak ada satu pun partikel yang tidak diongkosi bagi keberadaannya. Baik orang saleh maupun bajingan, baik pendoa maupun pendosa, baik gajah maupun bakteri yang paling kecil, dan apa saja: semua mendapatkan santunan dari hadiratNya tanpa terkecuali.
Kedua, membersihkan hati dari noda-noda maksiat dan menghigieniskan pikiran dari segala bayang-bayang yang jorok dan mesum di hadapan Allah Ta’ala. Apakah itu? Tak lain adalah berbagai kesenangan yang hanya merupakan umpan yang sangat lezat bagi lidah sang nafsu amarah. Kesenangan yang hanya akan menjadikan siapa pun semakin tidak peduli dan semakin menjauh dari kepatuhan terhadap hadiratNya.
Dengan perkenan yang berembus dari Allah Ta’ala, melalui dua hal di atas itu, kita akan diantarkan pada kedudukan puja-puji setiap saat terhadap hadiratNya. Yaitu ketika kita senantiasa menyaksikan dermaNya yang tidak terhingga berpendar-pendar pada segala sesuatu. Di saat itu, berbagai pengharapan semakin tegas menentukan alamatnya yang dituju. Wallahu a’lamu bish-shawab.
- Syaikh Abu ‘Abdillah ar-Rudzbari - 20 September 2024
- Syaikh Abu ‘Abdillah at-Turughbadzi - 13 September 2024
- Mayyirah an-Nisaburi - 6 September 2024