Nada Dasar Gambus Kemur Jalil
aku temui engkau Kemur Jalil
di tengah terang rembulan, engkau
nampak seperti sedang gandrung,
bersimpuh di atas batu perih
sambil memeluk gambus
seolah tengah membuai bayi
dengan sebuah nada dasar
untuk kekasihmu yang entah.
kepalamu tengadah ke langit
seperti panjak kiran mengharap
malaikat menjatuhkan berkat.
tetapi menggubah sebuah syair
katamu, seperti rindu dan dendam
yang mesti kita tanggung sendiri
ada tujuh senar penting terpentang
seperti tujuh ayat pembuka kitab suci
berpilin di dadamu yang syahdu,
di dadamu yang lapang, saat memetik
sejuta gelombang, sejuta getar kerinduan.
;kisah kasih yang kepalang tanggung
kau tanggung suka dukanya.
meski tenggelam, tetapi kau tetap
kukuh, tak ingin terang bulan itu retak.
kau menjaga cemerlang nyalang nyalanya,
seperti menjaga sebutir telur mentah.
katamu “lebih baik aku
menabur garam di nganga luka.
lebih baik aku menanggung seribu
demam, ketimbang menggores
kekasih dengan sepucuk nada tajam
yang berlumuran madu dan racun”
Lombok, Desember 2022
Perempuan-perempuan Kemur Jalil
kau panggil aku, guru penulis sajak
memintaku mencatat, menerakan
nama-nama bebunga dan arti
dari deritamu, mendamba
nada-nada liris yang kerap
terbang bagai kumbang lajang di lidahmu
kumbang-kumbang yang terkena sihir
bulu perindu itu, berburu serbuk sari
di taman sari, pada alunan syahdu musik
gambusmu. ada perempuan gelap asi. ada
janda tinggi sedang yang tengah kepayang
saat dikepung hujan udara pengap lembab
ada perempuan pemetik daun paku
dengan rambut selutut, tergerai, sesaat
menjelang tidur. juga gadis gugup dengan pupur
gelap seterang matahari, memintamu lewat janji
meniup seruling, liang pedih batang padi. padi
kemuning yang menunggu musim panen tiba.
perempuan-perempuan itu, seakan
tumbuh tumbang di dadamu.
“bagaimana bisa
perempuan-perempuan itu
terpikat, seakan menyelinap
menemani tidurku, seakan mengasahiku
melebihi dekapan istri?” tuturmu heran.
“dan, bagaimana caranya nada dasar itu,
bekerja bak malaikat kerinduan, guru?
menyergap, menggaungkan rayuan,
menanam kecerahan paling gelap
pada wanita. pada liang kuyup
yang senantiasa mekar, pada rongga
dada yang hanya menunggu bujukan
dari sehelai gambus lusuh?” tanyamu.
Lombok, Desember 2022
Bulu Perindu
bila cintamu pada pujaan hati
nasibnya mengambang
ibarat hai ku. tanpa batas yang tegas
mana gelombang puisi, mana suara alam
mana nyanyian cahaya
mana kerisik daun bambu
dan mana pula siul burung pungguk
yang mengenakan aura pengasih, wibawa
raja, jerit macan, rajawali, atau raja rimba,
mungkin juga wajah lugu kanak-
kanak yang menjelma bebunga
dan kekupu di taman surga nanti.
maka terimalah getar
dari sepasang helai bulu perindu
jantan dan betina. gairah ciuman
yang lebih halus dari serat udara
“tiuplah sambil membayangkan
mekar senyum kekasih dambaanmu”
maka tunggu kabar dari hati
yang ditanam bagai tembok
kokoh, tumbang ke pelukanmu.
sebab, malam itu juga, angin telah bergegas
mengendap-endap ke dalam tidurnya
seraya berbisik bahwa engkaulah paras
yang kini mengenakan tampan wajah kekasihnya.
“kemudian, berkasih-kasihlah
sehancur-hancurnya”
Lombok, Desember 2022
Jaran Pejanggik
di Pejanggik aku temukan tiga ekor kuda
dengan tiga wajah berbeda
kuda, singa atau naga
lidahnya menjulur
sepanjang sorot mata tertutup
seperti kilau sepasang mutiara,
batu bacan, pirus, widuri,
zamrud juga lumut laut.
kuda-kuda itu, kuda
kayu yang karam oleh hujan
tetabuhan gong gamelan,
suara rincik dan seruling dewa.
di musim peri kawin-
mawin dengan raksasa,
kuda-kuda itu, mengajakku
tamasya mengitari jagad
hingga bumi nampak seperti nampan
kemudian melambung lebih tinggi
lagi. hingga bumi nampak seperti
tinggal sebesar biji kacang
di Pejanggik, aku temukan seekor
kuda kidal, lahir dari rahim seorang
ibu yang dikutuk nabi, mengusung
keranda kekasih, seumur hidupnya.
Lombok, Januari 2023
- Puisi Lamuh Syamsuar - 28 May 2024
- Puisi-Puisi Lamuh Syamsuar; Benang Cahaya Batu Bolong - 9 July 2019
MUHAMMAD AMINULLAH
Mungkin mau upgrade otak dulu baru paham saua
L. Hendra Fatoni
Memang idola