Mendengar Radio Edukasi
-untuk iman budhi santosa
kamis malam di radio Edukasi
suara penyiar dan penyair terdengar macam lengking kakatua
mengudara di langit seperti pesawat cessna
malam di kampung Umuaf kodok bernyanyi
aku ingat pengamen-pengamen jalanan jogja
kampung gelap tapi ketika saya melirik, cahaya kunang-kunang
serupa lampu-lampu jalan kota
tuturan penyair dan pertanyaan penyiar terdengar semakin menyihir
kabut turun
hawa dingin masuk rumah, dari ujung jari kaki
ia menjalar ke tulang belakang dan berhenti di ujung jari tangan
di atas meja, tumpukan buku jadi api
sebelum acara usai, penyair tua membaca puisi:
belajar takut pada ujung duri*
suara puisi terbawa angin
bagai biji gaharu jatuh di telinga dan hati macam tanah
segera akar muncul, merambat turun menancap di sana
Ubrub-2020
*Puisi Iman Budhi Santosa
Pohon Matoa di Ujung Timur Sekolah
pada ujung timur sekolah tumbuh subur pohon matoa
dedaunannya rindang macam atap rumah
di bawah kakinya anak-anak riang duduk bercerita
tentang guru yang macam serangga terbang pengisap darah
bila cuaca panas dan penantian bikin gerah
aku duduk sendiri di bawah kaki pohon matoa
sambil membaca puisi: belajar percaya pada musim dan cuaca*
pada guru dan kurikulum, masih perlukah saya menaruh percaya?
ke hutan, dua temanku berlarian meninggalkan sekolah
berjatuhan jejak di jalan tanah
Ubrub-2020
*Judul Puisi-Iman Budhi Santosa
Mama Ke Dusun
pagi setelah anaknya menyeberang ke sekolah
mama ke dusun melintas di jalan kecil
langkahnya sabar seumpama akar gaharu di gunung batu
tiba di kebun ia cari sayur pakis dan gedi
ia jenguk pisang Tongkat Matahari
yang telah beranak dan berbuah
setelah lelah berjuang di tanah
usai mencari, ia duduk sendiri
di pondok, kunyah sirih pinang sambil jaga api
yang sibuk matangkan pisang
ia meludah, puihh…puihh
ludah sirih pinang merah macam darah tempias di dinding
sudah hampir malam, jangkrik su babunyi
pelan ia susun bawaan ke dalam noken macam perut
disangkutkannya lingkaran tangan noken di kepala bagai ekor kuskus di dahan pohon
kantong noken menjuntai di punggung, beban menumpuk di sana
tapi mama yang sabar menjadikan yang berat jadi berkat
ia berdiri, hela-embus napas, sedikit bungkuk lalu atur langkah pulang
melintas di jalan kecil yang merentang panjang
menuju kampung dan rumah seperti burung cari sarang
Ubrub-2018/2020
Mencari Pohon Tobei
berkali-kali aku datang bagai babi hutan mencari
buah nonggei di hutan dusun macam kau yang kini tersisih
kususuri jalan bak kasuari
pada jalanan lumpur kakiku mengisahkan tapak dan sajak
hujan kecil singgah, dedaunan basah
burung kwi menari macam tarian man talaiblu
berjalan di atas ranting, berputar ke sana kemari
ekor dan kepala selalu bergoyang
ketika malam mata bulan yang jauh
melempar pandang ke mata jalan
aku macam tikus tanah sibuk cari jalan
hingga tiba di bawah pohon tobei
menikmati dan memahami buahnya macam senyummu, manis dan merah
2019
Setiap Pagi
setiap pagi aku teringat alis matamu yang melengkung
macam daun sagu di halaman
seperti angin menggigil di ranting matoa
kulihat engkau datang
di ruang ingatan
kau adalah kesedihan yang pecah macam balon-balon embun
kedipan matamu: daun sagu yang bergoyang
terasa menghantam di jantung sepi
aku bagai orang sakit di dusun terpencil
ingatan tentangmu ialah tangan yang merindukan sentuhan
kekasihku bila setiap pagi kesepian nyeri di pembaringan
aku menjaga ini ingatan
2019
- Puisi-Puisi Gody Usnaat* - 15 March 2022
- Puisi-Puisi Gody Usnaat - 10 March 2020
- Puisi-puisi Gody Usnaat; Hari ini Trada Guru - 15 October 2019
Anonymous
Mantap kaka puisinya. Ditunggu terbitan buku puisinya. Salam.
..
Indah sekali, good luck kaka
Aqila
Bagus kak puisinya