Puisi-Puisi Hans Hayon

 

Beasiswa I

Dengan mengemis ke cukong cerutu di Eropa

Kami dapat bantuan dana segar

Untuk membiayai kuliah generasi muda bangsa

Yang bekerja sebagai kaki tangan

Pemilik pabrik dari negeri lain

Jika mereka dikirim ke negeri-negeri itu

Biarlah kelak mereka meneliti negerinya sendiri

Sedapat mungkin ditulis dalam skripsi dan disertasi mereka

Sebagai modal menghancurkan bangsa ini dari dalam

(Agustus, 2022).

 

 

Beasiswa II

Calon sarjana itu tiba di Amerika Serikat

Ia lulus ujian seleksi masuk universitas nomor satu

Dengan dana dari negara yang mengutang ke IMF

Ini hari pertama ia kuliah

Di kelas duduk paling depan

Tak pernah absen kunjungi perpustakaan

Lalu di waktu senggang, ia mengambil beberapa potret

Untuk dipamerkan kepada teman-teman di kampungnya

Yang tidak tamat SMP

Sore hari, calon sarjana itu plesiran ke New York

Sambil sesekali berbisik-bisik

Menghina bangsanya sendiri

Di hadapan pelayan McDonalds

Usai memesan Egg & Cheese Muffin

Yang ia beli dengan uang

Hasil ngutang negaranya

(Agustus, 2022).

 

 

Beasiswa III

Untuk mencuci uang dalam negeri

Atau mempelajari watak calon negara jajahan

Sebuah lembaga keuangan internasional

Meminjam tubuh warga negara lain

Melalui industri pendidikan

(Agustus, 2022).

 

 

Kemerdekaan

Tujuh puluh tujuh tahun

Kemerdekaan adalah jalan tol dan waduk

Dengan harga yang selalu miring ke World Bank dan ADB

Menjembatani sekaligus menyatukan warga negara

Agar mudah dikendalikan dan direkayasa

Tujuh puluh tujuh tahun

Ayahku wafat sebelum mencapai usia itu

Meninggalkan kenangan yang bikin hati ngilu

Sementara ibu masih terus memastikan

Api di tungku dapur tak boleh padam

Tujuh puluh tujuh tahun

Fosil Soekarno dibangkitkan dalam ritus dan protokoler negara

Dengan busana adat dan musik koplo

Jika rakyat bersedih

Beri mereka makan

Jika rakyat melawan

Beri mereka hiburan

Tujuh puluh tujuh tahun

Produk makanan impor menyerbu

Kasus pembunuhan aparat dijadikan serial televisi

Demonstrasi kenaikan BBM adalah panggung pertunjukan

Gratis tanpa tiket dan tak perlu antre

Tujuh puluh tujuh tahun

Semakin banyak penguasa muncul

Sesudah Soekarno

Tapi kita tak pernah punya pemimpin

(17 Agustus 2022).

 

 

Mencuci

Perempuan itu mencuci baju

Penuh kenangan dari suaminya

Yang telah tiada

Masih menempel bau tubuh pria itu

Di setiap helai benang

Di sekujur waktu

Sepanjang hidupnya

Ibu mencuci kenangannya sendiri

Tentang ayah yang telah wafat

Di sekujur waktu

Sepanjang hidup kami

(Maret, 2022).

 

 

Murid Yesus

Sesudah wafat

Yesus turun dari salib

Mengejar para murid-Nya

Yang berlari ketakutan

Kedapatan korupsi dan main serong

Dua murid yang paling getol berkhotbah

Terlibat bisnis jual-beli manusia

Seorang yang lain merangkap

Kasus suap pengadaan

Alat-alat liturgi

Sejak saat itu

Yesus putuskan tak mau mati lagi

Apalagi mati di atas salib

(April, 2022).

 

 

KUHP

“Kita saling mencintai”, katamu setiap kali

Kita selesai bertengkar

Tentang siapa yang paling menderita

Oleh revisi KUHP

Di luar kamar

Remaja-remaja kasmaran berpelukan dalam gelap

Mereka adalah cermin masa depan bangsa

Yang tak mengerti arti

Cinta yang ditertibkan

Di bilik rapat paripurna

Cinta kita dibicarakan oleh mulut orang lain

Yang tak sanggup menerka

Warna luka

(Agustus, 2022).

 

 

Keabadian

  • Alm. Petrus Tolan Hayon

Ketika ayah itu pergi

Terbenam juga sebelah matahari

Namun pada dua titik di atas reruntuhan langit

Tergantung sebuah janji

:aku tak meninggalkan kalian sendirian

Anakku,

Maut memang teramat mencintai kita

Mengalahkan cintaku pada ibumu

Ketika dahulu aku jatuh hati padanya

Gemuruh gelombang

Menghempaskan hatimu yang masih belia

Merontokkan air matamu

Menjeritkan isak dari kerongkonganmu

Selanjutnya, tertinggal aku tulang belulang

Dari bibir nisanmu kami rapalkan doa

Yang lebih hebat dari gerutuan

Kami menggugat Tuhan yang Maha Baik

Meragukan cinta-Nya sempurna

Sungguh, Ayah

Kami kalah karena terlalu mencintai kehilangan jenis ini

Memilikimu membuat hidup kami bermakna

Dan kehilangan ini

Membuat yang dahulu sejalan

Kini tak lagi imbang

Kelak, entah kapan, kami pun tak tahu

Jika telah kau temukan surga

Izinkan kami seka keringatmu

Mengelus punggungmu yang legam terbakar matahari

Mencintai amarahmu yang mesra

Jika engkau tak kembali setelah kepergian ini

Biarkanlah malaikat mengantar engkau

Ke dalam firdaus

:tempat di mana senyum para leluhur bagai pintu tiada tertutup

(Maret, 2022).

Hans Hayon
Latest posts by Hans Hayon (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!