Situs Kesedihan
Kubekal sedap malam kesukaanmu
Juga melati dan beberapa larik puisi
Kesedihan. Di gerbang kunyalakan
Tiga patah kata yang kini dupa
Selubung cungkup seperti kuncup
Mekar. Kelopak yang terbuka
Kursi sunyi, jejak kaki angin
Dan aksara-aksara dipeluk embun
Di pusar pusara, selalu kubayangkan
Menyerahkan diri ke rahim
Penciptaan, lalu tubuhku
Pecah bertebaran menjadi mantra
Memburu pintu batu-batu
Di mana kau, selalu, menunggu
Sambil memeluk gemuruh
Kemurungan waktu
Di tanah merah, rambutmu
Tergerai menjelma akar di tanah
Seperti seribu jalan setapak
Yang melilit dan menarikku
Kuhadiahkan sedap malam kesukaanmu
Juga melati dan beberapa larik puisi
Kesedihan. Kutemui kau kutemui aku
Kucium kau kucium aku
Dari batu ke batu
Yang dingin
Dari ada ke ada
Yang tiada
2018
Batu Anggana
O, seseorang menyepi
Kesedihan ditimang kesendirian
Ibu tinggal abu
Ayah genang kenang
O, seseorang menepi
Luka dan duka ditempa tapa
Melupa rupa dunia
Berjumpa rupa dia
O, seseorang, seseorang
Berlayar di atas batu, di atas perahu
Ratusan tahun, ratusan tahun
Sendiri mencari akhir semadi
2018
Batu Pangeunteungan
Di batu ini kutangkap nyala wajahmu
Betapa gerhana membuatmu
Lebih bercahaya dari kata-kata
Yang mengabarkan perjalanan
Purnama di batu-batu yang lain
Di batu ini kupeluk tubuhmu
Yang bersandar dari abad ke abad
Tengadah ke arah langit
Memandang dirimu sendiri
Memandang dirimu sendiri
Di batu ini kukecup kucup cermin
Kesedihan: Bibirmu yang basah
Airmatamu
Airmataku
2018
Serat Bunisora
Suaraku selalu saja mesti sembunyi
Rapat disayat kelebat isyarat khianat
Kutempa suaraku menjadi patrem
Yang menempuh jauh ke timur sebagai tangis
Abadi. Suaraku memang selalu mesti sembunyi
Setia merawat pewaris luka yang kencana
Kutempa lagi suaraku menjadi makuta
Yang berjalan ke barat sebagai cahaya
Kekal. Seperti jirim angin, suaraku masih saja sembunyi
Dalam timbun abad-abad. Di sini, di tanah kawali,
Sesekali berbisik, menempa siapa saja
Yang datang menyapa dengan tapa
2018
Menuju Sinar Resmi
Gerimis memandikan bukit
Padi sepanjang jalan seperti dinding
Biji-biji matahari senja, menggeliat
Mengirim warna kasmaran tubuh
Yang samar dalam kabut
Wangi bumi selalu berhasil
Membangkitkan berahi langit
Sepasang lengkung pelangi
Layaknya gerbang pertemuan
Persetubuhan yang merdu
Burung-burung menyembur
Jari-jari turun gemetar menarik
Gaun kabut lebih tinggi, lebih basah
Huma-huma tersingkap
Cahaya menciumi tanah
Lembut mendaki ke puncak
Bukit. Sama-sama kuyup
Saling meneguk rindu
Awan merona jingga
Sebuah erangan panjang
Entah di bawah entah di atas
Seperti selarik puisi yang abadi
Keindahan yang mengekalkan gairah
Senja, dan, malam tertahan
Entah di mana.
2018
- Puisi Toni Lesmana - 23 January 2024
- Puisi-Puisi Toni Lesmana: Perayaan Kesendirian - 8 June 2021
- Hikayat Sakit Kepala - 12 March 2021