
UBUD
akan banyak kebaikan di kudus
batin yang terus belajar tulus
satu sinar, akan berpendar ribuan cahaya
bila senyuman merekah di sana
sekali mulut terkatup
biarlah Allah saja yang bicara
meraja di dalam kata
bumi dan hati, menjelma
menjadilah singgasana !
yogyakarta, 23 januari 2022
WAJAH GADIS
(dalam 3 Event)
Dari sekian ruang
Dari sekian waktu
Dari sekian gadis
Dari sekian gerimis
Pertama
Gadis di tengah gerimis sudah lama tak kujumpa di dalam puisi
Puisi dan puitis bukan soal ritmis
Ialah mata hati yang memandang tawa atawa tangis
Lantaran gadis tak gadis seperti
Batas antara doa dan hiba
Antara harapan dan kecewa
Antara kedatangan dan kepergian
Kedua
Gadis tak gadis
Hanyalah dipisahkan oleh niatan
Padahal niat itu hidup di dalam hati
Maka gadiskan gadismu
Di antara bangun tidur
ke tidur yang panjang
Di antara keterjagaan
dan jaga dirimu
Ketiga
Lantaran gadis itu terus akan bersuci
Di antara tengadah tangan, gerimis, dan tangis
Hingga kelak di padang keabadian
Gerimis tangis itu ia temui sebagai sungai
Dan di tepiannya
Kegadisanmu menyebrangkan dirimu melesat
Menuju
Singgasana Cahaya
Purbalingga, 10 Mei 2022
SETIAP RINDU
Setiap rindu yang ditanamkan oleh cinta
Tumbuh bersama buahnya dan belukar
Ada lebah yang mengisap sari bunga
Sekaligus mengantar pernikahan semesta
Setiap rindu yang terus ditawar oleh jarak
Mengeraskan angin dan tahu arah azan dan iqamah
Ada saat badai itu justru indah dalam gemuruh yang
Sempurna, melengkapkan perkawinan kita
Yogyakarta, 13 Mei 2022
NINABOBO SI PENDAMBA
Mengapa selalu ingin menyapa?
Engkau menjadi kepentingan yang genting
Aku menjelma pengangguran yang menunggu
Di depan pintu keajaiban jawabmu
Rasa bersalah dari hari kemarin
Jalan menerabas
Menyamping ataukah menyimpang? Hingga
Begitu inginnya si pendamba
Lidah hati tanpa diminta
Akan senantiasa memuja
Menyebut nama-nama
Terpandang wajah di semua arah
Maka, hadiahkanlah Fatihah
Sedari Sang Kekasih sampai nasabiyah
Orang yang mendamba cinta
Mendapat obat dari rasa sakit tak terduga
Yogyakarta, 17 Juni 2022
* Judul sajakku yang sama, dimuat majalah Hai tahun 1989, tetapi hilang berkasnya.
MUMPUNG PADHANG
….. mumpung padhang rembulane
mumpung jembar kalangane
yo sorak’o
sorak hore …..
Jika engkau ingin berkata-kata
Bicaralah, Nun, jangan tertekan
Oleh rasa takut akan disalahkan
Karena engkaulah kata pertama
Sekaligus muara dari setiap cinta
Kalau engkau ingin menangis
Menangislah, Nun, jangan ditahan
Airmata menjadi penanda kita manusia
Mataair yang ngalirkan kesedihan
Sekaligus muara dari setiap bahagia
Bila suatu masa kanak-kanak
Kehilangan tawa atau tangis
Jangan salahkan dia gagap berteriak
Dan kata-kata telah hilang daya magis
Sekaligus di muara itu seorang tua
Akan cemas menentukan
Keberangkatan
Dan kepergian
Yogyakarta, Minggu, 4 September 2022
- Sajak-Sajak Abdul Wachid B.S. - 13 September 2022
- Sajak-Sajak Abdul Wachid B.S.; Cemburu - 28 April 2020
- Sajak-Sajak Abdul Wachid B.S. - 30 April 2019