
DI PUNCAK GUNUNG BIBI
Masih tergenggam erat etika dan tatakrama Jawa
bagi Merapi, hingga setiap kali terbatuk
tak menyemburkan dahak dan liurnya ke timur
arah Gunung Bibi yang lebih tua
di mana tersimpan silsilah asal mula dirinya
“Gunung ini leluhur Merapi.” Ujar pencari rencek
di tepian belukar (tanpa bumbu kelakar)
hingga kisah gunung purba ini tak lagi samar.
“Percayalah, gunung pun bisa beranak-pinak
seperti cicak, seperti pohon cemara
juga serupa kita, umat manusia….”
Di puncak Gunung Bibi bersama pemandu mendaki
seperti terhampar kembali peta silaturahmi
yang hampir dilupakan anak cucu sendiri
ketika zaman makin dangkal diterjemahkan
sampai lahar dan awan panas dikatakan bencana
oleh jutaan mata yang gampang terpana
oleh jutaan mulut di negeri ini
yang gampang sekali berdusta
2018
BERSAMA PERUMPUT MERAPI
Ketika pagi berbagi rumput di batas hutan konservasi
tak terbaca bekas luka dan pijar lava
di sekujur tubuhnya yang merambat tua
dan hanya tersenyum waktu seekor kepodang
menjatuhkan kotorannya tepat di kepala
karena Merapi rumah bersama di alam nyata
“Mengapa mereka lebih mengabdi pada sapi
dan kambing etawa? Lebih mencintai sepi
daripada gemerlap kota raja?” Tulis seorang peneliti
berbekal buku dan selalu bersepatu
tak pernah menginjak tanah
saat merunut jejak tapak sejarah
yang tertera pada kawasan vegetasi rendah
Maka, ia pun terkejut ketika seekor ular menyelinap
di antara selangkangan seorang perumput
dan si ular hanya dibiarkan melata entah ke mana
entah akan berburu katak atau sekadar tamasya
entah mencari pasangan atau kembali ke habitatnya
Di bawah pohon puspa akademisi muda itu tertegun.
Di lereng Merapi, berhadapan petak-petak zonasi
ternyata rumput dapat menjelma puisi
sedangkan rumus dan teori literasi
tak ubahnya capung yang beterbangan kian-kemari
hinggap sejenak pada reranting musim kemudian pergi
sesuai arah pikiran yang dirancang
dan jarang sekali membumi
2018
BERSUJUD DI PUNCAK MERAPI
Sampai di puncak, ia, lelaki itu
tengadah ke langit, bertanya pada matahari
mencari arah yang tepat, kiblat timur barat
sebelum bersujud meletakkan dahi
pada hamparan tanah vulkanis
tanpa seekor semut dan burung pun menemani
sebaris memberi aminan dan arti
Selesai bersujud di puncak Merapi
ia mengumpulkan batu-batu yang bertebaran
dan menumpuknya. Namun, segera ditinggalkan
karena di sini hanya tempat bersujud sesekali
bukan rumahku, rumahmu
tempat menulis puluhan buku
sebelum nanti lengkap dikafani
2019
DI CELAH MERBABU – MERAPI
Menjelang senja, di celah Merbabu – Merapi
sampai tikungan meliuk turun mendaki
tampak beberapa ekor ular menyeberang
melata dari selatan ke utara demikian tenang
Sejenak aku berhenti. Diam tertegun
merasakan gelap seperti menggeliat bangun
sementara gerimis juga mulai turun
Sebentar lagi ada iring-iringan berseragam
membawa bunga upacara persembahan
tapi kini dari utara ke selatan
tanpa peduli apa pun yang melintas di jalanan
Ketika hujan mulai lebat, ada kelebat
sepasang bocah laki perempuan telanjang
muncul dari celah tebing jurang
dengan ramah tersenyum menyapa
“Pulanglah, Bapak. Sebelum engkau lupa
arah utara selatan yang sebenarnya …”
2019
TETAPLAH SEPERTI MERAPI
Tetaplah seperti, mungkin
desau angin, atau puncak gunung
setia menyimpan kisah cerita
tak meninggalkan jejak tapak dan gaung
Sepanjang jalan mendaki terus berbelit
lewat pasar bubar dan hutan-hutan wingit
tak akan kupatahkan senyum daun pada reranting
tak akan kusepak batu kerikil hingga jauh terpelanting
Karena di tanganmu hanya puisi
tetaplah seperti Merapi, tegak sendiri
tak pernah kecut serupa kerucut tua
berkali-kali mengucurkan tuah, malah dikira
menghajar dusun sawah dengan semena-mena
2010
- Ketika jutaan Anak Tersesat di Indonesia: Sajak-Sajak Iman Budhi Santosa - 15 December 2020
- Sajak-Sajak Iman Budhi Santosa; Di Puncak Gunung Bibi - 31 March 2020
Zulayy
Ini sangat WOW, boss
iwan setiawan82
Baca puisinya jadi ingat jogja
Yulian
Selalu suka sama karya karya Imam Budhi Santosa. Sangat Njawani tapi berbobot, mengandung perenungan nan arif.
Dimas
Amazing 🥰🥰
Muhammadn Mas'udi Rahman
Sungeng ambal warso Pak Iman Budhi Santosa
Febriston Sitanggang
Halo kawan-kawan saya mau bertanya. Sebelumnya saya belum pernah mengirim puisi ke media mana saja. Dan saya ingin mulai mengirim puisi ke Basabasi.co ini. Setelah saya membaca cara pengirimannya, saya sedikit kebingungan. Itu marginnya cuma 4 aja atau di tambahi “cm”. Juga jenis teks dan ukuran teks saya bingung. Kira2 begitu mohon di respon kawan-kawan, saya ucapkan terimakasih banyak sebelumnya
Aoki d
bagi pemula yang baca ini hanya bacaan dengan kata kata yg indah atau frase
Muhammadona
Puisi karya penyair PSK (anak asuh ULP) sungguh bernada dan bermakna.
Matursuksma Romo