Sajak-Sajak Indrian Koto

(Streetscape by David Hansen)

 

 

Muara Surantih

 

i

sebelum muara itu dibangun

— sungai yang meliuk serupa ular,

kini lurus menancap laut—

kami mempercakapkannya dalam banyak ragam

tentang yang mungkin dan tak mungkin

berpulun di dalam pantun,

berpiuh dalam umpama-umpama baru.

 

secepat tahun-tahun itu runtuh

kami memiliki muara baru

bagan boleh lewat, tak cemas bakal tersangkut

boat dan payang menyelinap di celah ombak.

 

kami saksikan semua dari jembatan

di atas perlintasan yang datang

dan akan segera hilang.

 

secepat dibangun, secepat itu pula kita abaikan.

 

ii

yang diangkut dari hulu tak selalu

sampai muara jauh

di alir sungai semua bertemu.

 

sungai dengan banyak cabang

hulu manakah yang memberi lebih?

iii

di muara surantih

bagan tua menampung letih pelautnya

boat-boat yang tersesat di antara

keranjang-keranjang kosong, sabun cuci, pondok teri

harga solar, bekas sampo, serta hutang di kedai minum.

 

mungkin buih sabunmu yang di hulu

berbekas di sini, di antara kutukan yang diterima muara

minyak-minyak tumpah, anak-anak mandi,

bekas parfum, bungkus mie instant,

kaleng kosong,

dan hari pekan yang mencemaskan

menyelinap di antara bangkai bagan, bekas rumah,

dan laut terus menelan daratan.

 

bekas galian menyisakan pulau kecil

tempat kerbau tidur nyenyak di pondok teri

 

di muara surantih

semakin jauh bau ikan

semakin lengang lenguh bagan.

surantih-yogya 1020

 

 

 

Di Depan Sekolah

 

aku berdiri di depan sekolah

masa kecilku yang jauh.

 

gerbangnya seluas alam

bagai kota yang dibangun kembali

dan kosong. kenangan,

bahkan aku masih menatanya dalam ingatan

 

tak ada yang ditinggalkan untukku di sini

sebab pergi mengusung nasib sendiri-sendiri.

 

di depan sekolah, masa depan terus ditanam

di antara petai jawa dan asam belimbing

yang meranggas serupa demam

 

seperti diriku kini

tak sepenuhnya bisa kembali,

dihajar perih ke mana pergi.

 

 

Salatiga-Temanggung

 

salatiga-temanggung,

suatu kali aku-kau harus lewati kembali

telomoyo dan merbabu saling memandang,

kita berdiri di antaranya.

bambu, kota dan lampu-lampu, seperti lembah dengan

rimbun cahaya

jalan bercabang membuat kita berdebar

yang mana di keduanya menuju rumah?

 

tanganku kaku oleh dingin dan penyesalan

kita mesti terus berjalan

orang asing yang berpura-pura saling mengenal.

 

 

Di Makam Pahlawan

 

kau yang dipeluk lembut bumi

tidurlah tenang.

dengan usiamu yang singkat

telah kau tulis panjang riwayat.

sepeninggalmu dan banyak orang

–mungkin tanpa kubur—

hidup lebih bebas sekaligus menakutkan.

 

kita sama-sama beruntung, kurasa

sama-sama kehilangan ziarah.

tanah ini tak cukup lagi menambah

kubur baru untuk mereka yang bakal mati

sebagai pahlawan baru, oleh perang-perang

kecil yang sengaja ditiupkan.

 

 

Ancaman

 

kumasuki sebuah kampung

yang nyaris mustahil

di antara gedung-gedung

berebut mendaki langit.

 

pertama-tama mungkin ketakjuban

lalu menjelma sebagai ancaman

kampung kecil ini

akan terhapus di dalam peta

sebagai rumah yang pernah ada

sebagai sejarah yang dikenang seadanya.

 

airnya tempatku mencuci baju

akan menguap ke gedung baru

lahan baru bagi orang baru

tak menyisakan tempat ziarah

bagi rindu yang tak tercegah

  

 

Petani kata

 

yang mencintai hutan

akan kembali jadi peladang

membakar apa yang pantas,

menebas apa yang seharusnya jadi benalu.

 

dulu kau biarkan akar, jadi belukar

kau nyaris hilang akal mencari jalan.

 

kau tak pernah jauh dari ladang,

sebagai petani, kau hanya berhari minggu,

ke pekan, menyusun perlengkapan.

 

diam dan pelan

kau menanam yang tak mungkin dituai lekas,

apa yang mungkin abadi dalam waktu

di petak ladangmu yang sempit-lengang

Indrian Koto
Latest posts by Indrian Koto (see all)

Comments

  1. Anonymous Reply

    ajibbb

    • Nadia fatrisia Reply

      Sukaaa bnget…akhirnya nemu karya orang SUTERA pesisir selatan.😍😍😍.
      Puisi Muara Surantih seperti lukisan Muara Surantih yang dirangkai dengan kata-kata..sukses terus pak..

  2. Anonymous Reply

    suka untuk gaya bahasanya dan maknanya dalem ka.

  3. Ahmad Fadhilah Reply

    WARNA

    Engkau ada di seluruh penjuru
    Engkau yang membuat semua terlihat indah
    Engkau juga yang membuat khas antar makhluk
    Tanpamu semua akan kusam
    Tanpamu pula semua akan sama
    Dan tanpamu semua tidak berarti apa apa

  4. Riana Dwi Agustin Reply

    Kalimatnya lembut

Leave a Reply to Anonymous Cancel Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!