PERIHAL KEPERGIAN
suatu hari nanti
saya ingin dikuburkan
di sini. di gundukan
tanah pada sepetak kebun
peninggalan bapak
kepada seorang pembuat nisan
telah kusampaikan
untuk menulis namaku
dengan huruf-huruf kecil saja
dengan tanggal yang disamarkan
penanda waktu
yang hanya sebentar ini
saya juga sudah bicara
kepada seorang penggali kubur
perihal sepetak tanah
muasal diri yang hina
agar dibuatkan liang
yang tidak terlalu dalam
seukuran badan saja
untuk membaringkan
jasad yang fana ini
suatu hari nanti
bila kau turut melayat
jangan menangis
biarkan arwahku tenang
menghadap sang kekasih
dengan senyum
dan doa-doa
Kendari, 2020
JALAN PULANG
masih berapa lama lagi, tanyamu
kata-kata yang patah
napas yang nyaris putus
di antara doa-doa dan rasa takut
tak bisa kubayangkan
langit manakah yang akan kita tuju
malah yang tampak kini
adalah wajah sendiri
ke mana pun menoleh
yang kulihat hanyalah tubuh
debu yang diterbangkan angin
apakah kita hampir sampai?
Kendari, 2020
DI TELUK KENDARI
saya pernah mengimpikan berdua denganmu
pada suatu sore selepas hujan. duduk bersisian
di bangku kayu itu, membayangkan hutan bakau
yang pernah ada di sana. merindukan masa-masa
ketika para pencari pokea tertawa lepas
sambil sesekali membetulkan tali keranjang.
semua tinggal kenangan, katamu.
ketika kapal nelayan melintas menuju ke laut lepas,
kau genggam tanganku. terasa benar kau sangsi pada kesetiaan
takut pada kehilangan.
jangan pergi lagi, bisikmu.
saya terdiam
tak bisa bicara
tak ada kata-kata
telah kupasrahkan nasib pada apa yang tampak di permukaan,
dan gejolak yang tersembunyi di kedalamannya.
ketika azan magrib sudah kedengaran dari masjid di tengah teluk itu,
kau menatapku. kubaca isyarat pada matamu seperti lampu perahu nelayan
binar yang menerbitkan harapan.
Kendari, 2020
TE NTANG POHON ASAM
DI BELAKANG RUMAH
: kepada Rahmad Adianto
mungkin sampai mati saya akan
terus bicara tentang sepi
tentang kesunyian yang kian bertalu
tentang kita yang tiada berpaut
ingin sekali kuceritakan padamu
perihal pohon asam di belakang rumah
agar bisa kau resapi desir angin
dan bunyi daun-daun mungil bergesekan
juga ranting pada atap
yang menerbitkan ngilu
yang membuatku tambah bisu
tapi ayah, bila engkau datang kembali
melihat rumah kecil nan reyot ini
dinding yang sudah lapuk ini
atap dan lantai penuh tambalan ini
guguran daun-daun asam ini
semua hanyalah gugusan kesunyian
demi kesunyian
Kendari, 2020
- Sajak-Sajak Irianto Ibrahim - 17 November 2020
- Sajak-sajak Irianto Ibrahim; Yang Berakhir dengan Pertanyaan - 19 February 2019
JBS
Luar biasa bosku…
Salwiah
Kreen
Rahmat Adianto
Pada puisi terakhir, saya merindukan kampung dan sepasang pohon asam itu.
Netty Andas
Luar biasa bpk Bilal
Erwin Usman
πππ Juaraa Ode…
Infah
Uhh mantapπ
Tiwi Darwis
Kereeenn. Ku tunggu buku kumpulan” puisi selanjutnya. Sukses Bossππ
Ishak Yusuf Tahang
Sukses terus kak bossπ€²
Sumiman Udu
Luar biasa
Djuharni
Super,,
Riwang Coyy
S’lalu nikmat untuk di baca guru. Keren.
Manaf
Mantap
Daridiksi
Berasa akan pulang. πππππ
Gembong Krys Sukranto
puisi yang terasa mengalir apa adanya. boleh lah
Eva
Puisi yg sangat bagus.