
Hari Tua
Kau seperti pura-pura terlupa
tentang masa yang terbuang
terjerembap di dekat tiang ringkih
dari langit-langit yang angkuh
hingga kakimu tak yakin melangkah.
Selalu tertekan dengan rongga
yang mengganggu ingatanmu
pada kertas yang berserak
di altar pernikahan, dan
koor pujian
siap merongrong jantung.
Potret-potret akan
memerankan tokoh psikopat
dan pikiran memilih untuk
mengekor pada laju bayangan
yang setiap tersorot penerang
akan mudah berubah.
Puisi-puisi yang kautulis
berjarak dua depa dari pagar rumah
yang kapan saja bisa dipungut orang
guna ganjal kaki meja yang timpang
sementara kausibuk memilih
lambang untuk menyalahkan
kenangan yang tak pernah pulang.
Mungkin kaubutuh membuka
ulang perihal mimpi yang pergi
karena kau terburu terjaga.
Karanganyar, 2021
Kipas Angin
Kipas angin dinyalakan
nasihat datang menyelinap
pelan-pelan menyejukkan
lalu mengentaskan gundah
dan kemarau terlupa
kamu terbang dengan sayap buatan.
Pergi pada awan
mengikis peluh
dengan angin yang kau curi
dari sela igau musim.
Ketika angin berhenti
dahimu bermasalah
dan darah tinggimu kambuh.
Karanganyar, 2021
Pintu Rumah
Tak ada lagi suara berderit
papan kayu itu seperti merekat
lalu mematri kisah silam
kau lebih memilih lewat belakang
tanpa perlu membuka
karena segala telah menjadi duka.
Masa depan tergambar warna hitam
tak bisa lagi menyiluetkan raga
yang dulu setia kautunggu
hingga membuatmu tetap tersadar
akan datangnya musim pancaroba
yang bisa membuatmu bertahan
menjaga jiwa dari belati
yang muncul dari sudut-sudut mata.
Cuaca buruk akan mengingatkanmu
tentang pelukan yang dulu gampang hadir
sekadar menghalau gigil
yang bisa merenggut pertalian.
Pintu rumah tidak lagi terbuka
karena lelaki satu-satunya telah bersayap lebar
menjemput keyakinan di tempat yang bisa
membuatnya benar-benar terbang.
Dalam sekejap kau berseru:
“Tuhan Mahabesar
di rumah ini aku telah menjadi pintu
hingga membuatku sering bertanya
kapan aku bisa kembali dibuka?”
Kesempatan datang menyapa
tapi kau masih takut membuka pintu
meski ada suara orang-orang tercinta
sedang di luar menawarkan cahaya.
Karanganyar, Maret 2021
Membaca Impian
Dia muncul sekian detik setelah mataku terbuka
lalu bergeming sejenak di ambang pintu menanti pagi
sembari menenteng selembar kertas bergambar
yang masih lembek karena sisa lembap hari
lalu menggulung seperti membutuhkan pelukan.
Impianku tak harus kagum pada kemewahan
tapi selalu jujur kepada cahaya
menyesuaikan si tuan yang ingin menjadi apa
sampai waktunya kata-kata menjadi pelipur lara
bagi sesuatu yang tidak sempurna.
Dia kekal di mata lalu terkenang di ingatan
ingin terlepas dari kekang, dan berlari sebelum mati.
Menerima ujian di awal hari, lalu berlari lagi
untuk menjaga terang, dan gelap tidak menjadi serakah
menghabiskan jatah berkah.
Impianku selalu tidak memercayai
saat ada yang bilang warna-warna telah teracuni
yang katanya tak bisa lagi melahirkan romantika.
Selamanya aku ingat, impianku terus berusaha setia
kepada kenyataan dan kerahiman.
Karanganyar, 2021
- Setelah Tegar Mati - 16 December 2022
- Cara Kerja Iblis - 11 February 2022
- Sajak-Sajak Yuditeha; Hari Tua - 13 July 2021