Syaikh Abu ‘Abdillah ad-Dinuri #2

Syaikh Abu ‘Abdillah ad-Dinuri menyatakan bahwa bersahabat dengan anak-anak kecil adalah termasuk petunjuk bagi orang-orang tua. Juga merupakan puncak kasih sayang terhadap mereka. Sedangkan orang-orang tua yang senang terhadap anak-anak kecil adalah tanda kehinaan dan kebodohan mereka.

Apa perbedaan bersahabat dengan senang? Kalau bersahabat dengan anak-anak, kenapa kok baik bagi orang-orang tua? Kalau senang terhadap anak-anak, kenapa kok buruk bagi mereka? Ketahuilah bahwa bersahabat itu mutlak hanya untuk mengambil kebaikannya.

Sementara senang itu bisa berarti hobi terhadap dimensi fisikalnya, bukan kepada dimensi fisiknya yang lain. Karena itu, senang terhadap anak-anak kecil bisa merupakan tanda kehinaan sekaligus kebodohan. Hina dan bodoh, karena orang-orang tua itu semata bernafsu ke anak-anak kecil.

Yang tersalurkan di situ tak lain hanyalah syahwat mereka terhadap anak-anak kecil itu. Tak lebih dari hal tersebut. Karena itu, mereka menjadi hina dan bodoh. Coba orang-orang tua itu hanya mengambil kebaikan-kebaikan mereka, tentu hina dan bodoh itu tidak akan pernah menjadi kenyataan. Tidak akan pernah.

Beliau juga mengatakan bahwa janganlah kalian takjub terhadap pakaian-pakaian yang digunakan oleh mereka. Sebab, mereka sama sekali tidak menghiasi dimensi-dimensi lahiriah kecuali mereka telah sukses merobohkan dimensi-dimensi batiniah. Sebab, bagaimana mungkin tidak, bukankah dimensi lahiriah mesti mengikuti dimensi batiniah?

Mengikuti dimensi lahiriah semata bisa membuat mereka terjerumus ke suatu lembah yang semakin hari semakin bertambah jauh dari Allah Ta’ala. Dengan merobohkan dimensi batiniah terlebih dahulu, baru dibangun dimensi rohani yang orientasinya mutlak tertuju kepada hadiratNya.

Dengan lebih mendahulukan dimensi rohani itu, seseorang pastilah tujuannya adalah Allah Ta’ala, tak mungkin siapa pun yang lain. Sebab, siapa atau apa pun yang lain sesungguhnya terhitung tidak ada. Kenapa disebut tidak ada? Sebab, segala sesuatu yang ada tapi sebelumnya tidak ada, tetap dihitung tiada.

Dan yang sekarang ada dan sebelumnya tetap ada, pastilah tertuju kepada Allah Ta’ala sebagai satu-satunya Tuhan alam semesta, sebagai wajib al-wijud, sebagai yang wajib ada. Dan itu cuma satu. Sedangkan segala sesuatu yang lain terhitung sebagai mumkinat al-wujud.

Termasuk segala sesuatu yang mungkin ada dan mungkin pula tidak ada. Tapi Allah Ta’ala sudah kadung menciptakan kita dan alam semesta ini ada. Dan mumkinat al-wujud tidak mungkin menjadi wajib al-wujud, tidak mungkin menjadi Tuhan semesta alam. Tak mungkin. Tidak ada jalan bagi mereka.

Ketika dimensi rohani berada di depan dan dimensi jasmani berada di belakangnya, pastilah itu benar. Sebab, tujuan dari dimensi rohani itu tidak ada yang lain selain Allah Ta’ala. Di saat dimensi rohani itu sudah tahu alamat tujuannya, tidak mungkin ia menuju ke alamat yang lain. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Kuswaidi Syafiie
Latest posts by Kuswaidi Syafiie (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!