Syaikh Abu Al-Aswad Al-Ra’ie

trendsetteristanbul.com

Kitab Nafahat karya Mulla ‘Abdurrahman Jami yang merupakan rujukan utama penulisan esai ini tidak menjelaskan sama sekali tentang asal-usul, tahun kelahiran dan wafat beliau. Juga tidak menyebutkan guru-guru rohani atau kawan-kawan beliau di dalam menempuh suluk.

Akan tetapi, walau demikian, pengalaman spiritual beliau sangat penting untuk diungkapkan di sini. Siapa tahu menjadi salah satu pemantik kobaran api rohani kita. Toh, karunia keilahian sangat mungkin didatangkan oleh Allah Ta’ala kepada kita melalui siapa atau apa saja yang dikehendaki oleh hadiratNya.

Pada suatu hari, beliau bilang pada keluarganya: “Apabila aku telah pergi, maka berbahagialah kalian.” Pergi yang dimaksud oleh beliau adalah meninggalkan keluarganya untuk sementara waktu, memasuki padang sahara dengan penuh tawakal secara langsung kepada Allah Ta’ala. Untuk memastikan bahwa betapa nikmatnya merasakan dekat dengan hadiratNya.

Saudara perempuannya mengisi sebuah kendi dengan susu. Penuh. Lalu diberikan kepada beliau. Beliau pergi. Ketika di tengah perjalanan beliau hendak berwudhu, beliau menyangka bahwa yang ada di dalam kendi itu adalah air. Ternyata susu. Cepat-cepat beliau pulang ke keluarganya dan menyatakan bahwa yang dibutuhkannya itu bukan susu, tapi air. Dituanglah susu di dalam kendi itu. Lalu diisi dengan air, penuh.

Beliau pergi kembali. Menuju pada suatu kenikmatan yang tak tepermanai di mana Allah Ta’ala dirasakan begitu dekat, lebih dekat dibandingkan dengan apa atau siapa pun yang lain yang dirasa sangat dekat dengan dirinya.

Hal yang sangat aneh dan sama sekali tidak masuk akal kemudian terjadi pada beliau. Yaitu, apabila beliau hendak berwudhu, maka dituanglah isi kendi itu yang tak lain adalah air. Dan apabila beliau lapar atau haus, maka ditenggaklah isi kendi itu. Ternyata isinya susu.

Bagaimana mungkin sebuah kendi itu berisi air sekaligus susu? Berisi susu sekaligus air? Dan aneh, di antara keduanya tidak bercampur sama sekali. Dalam konteks kemahaan Allah Ta’ala, sesungguhnya kendi itu bukan terutama berisi air atau susu, tapi murni “berisi” kemahakuasaan hadiratNya. Sehingga dengan sangat mudah isi kendi itu berubah dari air ke susu, dari susu ke air lagi, dan demikianlah seterusnya. Dan “dalang” di balik perubahan dan pergantian itu pastilah hanya Allah Ta’ala belaka. Tak mungkin ada yang lain lagi.

Apa yang bisa kita pelajari dari beliau? Kebergantungan yang total terhadap hadiratNya. Tidak tanggung-tanggung, beliau melampaui tahapan-tahapan perencanaan dan kalkulasi akal. Sehingga jarak ontologis yang begitu panjang membentang dengan sangat mudah ditekuk. Dan dengan penuh kasih-sayang Allah Ta’ala melayani beliau di dalam bersembah sujud kepada hadiratNya sendiri. Betapa indahnya. Betapa mesranya. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Kuswaidi Syafiie
Latest posts by Kuswaidi Syafiie (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!