Syaikh Abu ‘Ali al-Mishri

Beliau adalah Abu ‘Ali bin al-Katib al-Mishri. Beliau termasuk di antara para sufi agung berdomisili di Mesir. Beliau bersahabat dengan Syaikh Abubakar al-Mishri, Syaikh Abu ‘Ali ar-Rudzbari dan Abu ‘Ali al-Mustauli. Beliau dianugerahi sejumlah karamah yang nyata.

Seorang sufi yang agung dan mumpuni, Syaikh Abu ‘Ali ‘Utsman al-Maghribi, memberikan testimoni tentang beliau dengan menyatakan bahwa Syaikh Abu ‘Ali al-Mishri lebih utama dibandingkan Syaikh Abu ‘Ali ar-Rudzbari karena ilmu beliau yang lebih banyak. Beliau diperkirakan wafat sebelum tahun 1000 Masehi karena nama beliau yang termaktub dalam kitab Hilyah al-Awliya’ karya Syaikh Abu Nu’aim al-Ashfihani.

Di dalam kancah spiritualitas Islam, beliau jelas memiliki sebuah keunggulan. Dengan tandas, beliau pernah menyatakan bahwa andaikan beliau berhadapan dengan suatu persoalan, maka beliau akan menanyakannya langsung kepada Nabi Muhammad Saw. Dan Sang Nabi Saw akhir zaman itu akan memberikan jawaban di dalam mimpinya.

Betapa sangat menakjubkan. Bagaimana mungkin tidak, setiap persoalan yang dihadapi oleh beliau bisa langsung ditanyakan kepada orang agung paling kredibel, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti, Rasulullah Saw. Hal itu menunjukkan adanya kredibilitas beliau di dalam dunia rohani kepada kita semua.

Syaikh Abu ‘Ali al-Mishri, dengan demikian, berarti telah sampai kepada batas aman di mana berbagai macam persoalan hidup yang dihadapinya tidak akan menjadikannya tercebur ke dalam jurang malapetaka dan kehinaan. Sebab, di hadapan beliau ada Rasulullah Saw yang senantiasa siap untuk selalu membimbingnya ke jalan yang lebih bermartabat di hadapan Tuhan seru sekalian alam.

Perolehan sangat agung yang didapat oleh beliau itu bukanlah merupakan karunia yang serta-merta diterima oleh beliau. Melainkan diperoleh dengan adanya kegigihan dan semangat rohani yang luar biasa dari beliau sendiri. Diperoleh dengan adanya kesungguhan yang berbaur dengan doa-doa dan pengharapan yang paling pungkasan di kesunyian batinnya.

“Barangsiapa bersahabat dengan orang-orang agung secara rohani,” tutur Syaikh Abu ‘Ali al-Mishri, “dan tidak menjaga penghormatan terhadap mereka, maka Allah Ta’ala akan mengharamkan kepada orang tersebut adanya faidah persahabatan dengan mereka. Dia juga terhalang dari mendapatkan manfaat dari barokah pandangan dan cahaya mereka.”

Bersahabat dengan orang-orang agung secara rohani itu bisa dikatakan mudah. Dan di dalam kehidupan ini, mereka senantiasa eksis. Menunggu atau menyongsong siapa saja yang memiliki garis kesempatan untuk bersua dengan mereka. Akan tetapi yang jauh lebih sulit dari sekedar bersua itu adalah menjaga hati agar tetap fokus kepada Allah Ta’ala di depan mereka.

Ketika kita sanggup menjaga hati dan sikap sopan di saat bersama dengan mereka, tentu kita akan mendapatkan banyak sekali faidah dari adanya perjumpaan tersebut. Bahkan lewat perantara mereka, seseorang bisa dengan mudah diangkat oleh hadiratNya untuk mencapai derajat kewalian. Atau paling tidak mencapai martabat mukmin hakiki. Karena kewalian itu merupakan pangkat rohani.

Akan tetapi ketika seseorang tidak bisa menjaga hatinya dan tidak sopan di hadapan mereka, dia tidak akan mendapatkan apa pun selain hiburan yang menipu. Mungkin dia mengira bahwa “persahabatannya” dengan para wali itu akan menjadikannya banjir berkah, padahal mutlak tidak. Yang dia dapatkan hanyalah merupakan buah dari salah sangka dan ketidaksopanan yang membahana. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Kuswaidi Syafiie
Latest posts by Kuswaidi Syafiie (see all)

Comments

  1. Bina Reply

    Strong

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!