Syaikh Abu Ja’far ash-Shaydalani

Beliau adalah sebagaimana judul di atas. Berasal dari Baghdad. Guru rohani bagi Syaikh Abu al-Hasan bin ash-Shaigh ad-Daynuri dan Syaikh Ibn al-A’rabi. Segenerasi dengan Syaikh Junaid al-Baghdadi dan Syaikh Abu al-‘Abbas bin ‘Atha’. Beliau bersahabat dengan Syaikh Abu Sa’id al-Kharraz.

Beliau pernah menuturkan awal mula perjalanan rohaninya sebagaimana dikisahkan oleh seorang muridnya, Syaikh Abu al-Hasan bin ash-Shaigh ad-Daynuri. “Di awal mula langkah-langkah spiritualku di jalan keilahian,” ungkap Syaikh Abu Ja’far ash-Shaydalani memulai kisahnya, aku menyaksikan Nabi Muhammad SAW di dalam mimpi.

Sang Nabi SAW duduk di bagian terdepan sebuah majelis. Beliau dikelilingi oleh para sufi. Beliau memandang ke langit, lalu langit itu terbuka. Malaikat turun. Membawa baskom dan ceret. Baskom itu diletakkan untuk membasuh tangan-tangan para sufi.

Ketika sampai pada giliranku, para sufi itu berkata: ‘Angkat saja baskom itu. Dia tidak termasuk golongan para sufi.’ Si Pembawa Ceret berkata: ‘Bukankah dia termasuk di antara mereka?’ Tapi malaikat itu tetap saja mengangkat baskom, lalu pergi.

Aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, jika aku tidak termasuk bagian mereka, aku tetap mencintai mereka.’ Beliau lalu merespons dengan sabdanya: ‘Siapa yang mencintai para sufi, maka dia termasuk bagian mereka.’ Malaikat si pembawa baskom itu lalu turun lagi untuk kedua kalinya.

Dia membasuh tanganku. Nabi Muhammad Saw melihatku sembari tertawa. Beliau bersabda kepadaku: ‘Jika engkau mencintaiku, maka engkau berarti bersama denganku’. Di hari-hari itu, saya belum bergabung dengan kelompok para sufi.”

Betapa hal yang dituturkan oleh sang sufi itu menunjuk kepada permulaan yang sangat indah di dalam menempuh dan menyusuri lorong-lorong rohani. Sebuah langkah permulaan yang diberkati langsung oleh Sayyid al-Wujud Saw, diberkati oleh malaikat, juga juga diberkati oleh para sufi.

Tentu hal itu merupakan sebuah isyarat yang membahagiakan bahwa perjalanan spiritual sang sufi yang akan ditempuh ke depan akan menjadi mulus dan penuh dengan keberkahan, penuh dengan perolehan demi perolehan yang begitu berarti secara spiritual, penuh dengan berbagai keindahan yang sedemikian memukau.

Kenapa demikian? Tidak lain karena Allah Ta’ala telah memberikan bongkahan-bongkahan cinta kepada sang sufi. Sehingga dengan adanya cinta yang suci tersebut sang sufi menjadi mudah tertambat secara rohani dengan Rasulullah Saw, dengan malaikat, juga dengan para sufi yang lain.

Dan adanya relasi yang tangguh secara spiritual dengan orang-orang suci dari kalangan para nabi, para wali, para sufi dan orang-orang beriman yang saleh tidak lain merupakan sarana yang paling ampuh dalam menempuh proses pendekatan diri kepada hadirat-Nya. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Kuswaidi Syafiie
Latest posts by Kuswaidi Syafiie (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!