Beliau adalah persis sebagaimana judul di atas. Tidak kurang dan tidak lebih. Setidaknya, itulah pengamatan saya terhadap Kitab al-Arba’in fi Syuyuh ash-Shufiyyah, Tarikh Baghdad dan Kitab Sirah ‘Abdillah bin Khafif. Di dalam kitab-kitab tersebut, sama sekali tidak ada keterangan tambahan atau kurangan terhadap nama sufi itu.
Seorang sufi bernama Syaikh Abu ‘Abdillah bin al-Khafif mengatakan bahwa Syaikh Abu Thalib Khazraj bin ‘Ali adalah termasuk di antara sahabat dari Syaikh Junaid al-Baghdadi. Beliau datang ke Syiraz. Beliau mengalami sakit di perutnya. Para sufi di Syiraz menanyakan tentang siapakah yang akan berkhidmat kepada beliau?
Ada seseorang di antara para sufi itu yang kemudian maju untuk berkhidmat kepada beliau. Konon, pada suatu malam, beliau bangun untuk berwudhuk. Setelah itu, beliau langsung melaksanakan shalat. Tahukah kita, berapa lama kemudian beliau melaksanakan shalat? Tujuh belas tahun. Wow, suatu waktu yang sangat panjang untuk ukuran orang yang melaksanakan shalat.
Pada suatu malam, Syaikh Abu ‘Abdillah bin al-Khafif sedang duduk sendirian menunggui Syaikh Abu Thalib Khazraj bin ‘Ali. Malam telah beranjak larut, larut sekali. Syaikh Abu ‘Abdillah tidak bisa menahan kantuknya. Beliau tertidur. Syaikh Abu Thalib menjerit. Tapi Syaikh Abu ‘Abdillah tidak bisa mendengar jeritan itu. Beliau menjerit lagi.
Syaikh Abu ‘Abdillah kemudian berdiri. Meletakkan sebuah baskom di depan Syaikh Abu Thalib. Beliau lalu berkata kepada Syaikh Abu ‘Abdillah: “Wahai anakku, jika engkau tidak memiliki kekuatan untuk berkhidmat kepada seorang makhluk sepertimu, bagaimana mungkin engkau bisa berkhidmat kepada Sang Pencipta?”
Pada kesempatan yang lain, Syaikh Abu ‘Abdillah tidak di tempat biasanya. Syaikh Abu Thalib menjerit dan memanggil beliau dengan sebutan Syirazi. Tapi Syaikh Abu ‘Abdillah tidak mendengar jeritan itu. Di kesempatan yang lain lagi, Syaikh Abu Thalib menjerit lagi dan mengatakan: “Wahai Syirazi, semoga Allah melaknatmu.”
Syaikh Abu ‘Abdillah kemudian bersegera meletakkan baskom di depan beliau. Di kemudian hari, Syaikh Abu ‘Abdillah kemudian berkata bahwa Syaikh ‘Ali bin Daylam pernah bertanya kepada dirinya tentang perkataan “Semoga Allah melaknatmu” yang diucapkan oleh Syaikh Abu Thalib tersebut kepada dirinya.
Beliau menjawab bahwa dirinya mendengarkan hal itu seperti “Semoga Allah memberimu rahmat.” Dalam konteks ini berarti bahwa apa yang dikatakan oleh seorang sufi yang sekaligus wali tidak lain penuh dengan rahmat dan kasih sayang kepada sesama manusia. Bukan betul-betul merupakan laknat yang akan ditimpakan kepada sesama manusia.
Pelajaran rohani macam apa yang bisa kita ambil dari sekelumit kehidupan seorang sufi yang bernama Syaikh Abu Thalib Khazraj bin ‘Ali di atas? Fokus kepada Allah Ta’ala yang begitu kuat. Sehingga hadiratNya memberikan kemampuan kepada beliau untuk melaksanakan shalat terus-menerus selama tujuh belas tahun.
Lantas, pelajaran rohani macam apa lagi? Ketidakmampuan kita untuk berkhidmat kepada sesama makhluk seperti kita merupakan cerminan yang jelas bahwa pastilah kita juga tidak benar-benar sanggup untuk senantiasa mengabdi kepada Allah Ta’ala. Tapi untungnya, hadiratNya itu tidak rewel sebagaimana kita. Allah tidak pernah mewajibkan sesuatu kepada kita yang kita tak sanggup melaksanakannya. Wallahu a’lamu bish-shawab.
- Mayyirah an-Nisaburi - 6 September 2024
- Syaikh ‘Ali Bin Hasan al-Kirmani - 30 August 2024
- Syaikh Musa al-Jirufti - 23 August 2024