Beliau adalah sebagaimana judul di atas, persis. Tidak lebih dan tidak kurang. Berbagai referensi yang tersedia dalam kepustakaan pribadi saya, khususnya yang berkaitan dengan kitab-kitab thabaqat yang mendedahkan nama-nama para sufi, hanya Kitab Nafahat al-Unsi min Hadharat al-Qudsi sebagai satu-satunya kitab yang menuliskan nama beliau.
Syaikh Abu ‘Abdillah bin al-Khafif menceritakan bahwa pada suatu hari Syaikh Abu Ja’far al-Kharraz al-Isthakhri pernah datang kepadanya. Kebetulan pada waktu itu juga ada Syaikh Ibn Zaidan yang mengatakan bahwa dia sangat senang mendengarkan berbagai kisah tentang para sufi.
Syaikh Abu Ja’far al-Kharraz al-Isthakhri memberikan respons terhadap permintaan Syaikh Ibn Zaidan dengan mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki hikayat apa pun, tapi kalau cerita tentang para sufi yang lain bolehlah. Syaikh Ibn Zaidan menanggapi bahwa dirinya sangat bersedia untuk menyimak kisah para sufi.
“Aku bersama para jama’ah pernah berada di dekat Syaikh Hasan bin Hamawih,” tutur Syaikh Abu Ja’far al-Kharraz al-Isthakhri memulai ceritanya. “Beliau menundukkan kepala selama beberapa waktu. Lalu, beliau menjerit sejadi-jadinya. Dan aneh. Beliau lantas lenyap dari pandanganku.
Di antara kami kemudian saling pandang, seolah saling bertanya tentang lenyapnya Syaikh Hasan bin Hamawih. Dan kami tidak menemukan jawaban. Akhirnya kami sepakat untuk tidak menceritakan kisah itu kepada siapa pun. Karena orang-orang itu pasti mengatakan bahwa kami nanti akan merespons dengan cerita yang lebih seru lagi.
Selama tiga hari, kami tidak pernah melihatnya. Kami juga tidak pernah mendengarkan kabar tentang beliau dari siapa pun. Dan siapa pun yang bertanya kepada kami tentang beliau, kami menjawab bahwa beliau adalah orang yang sulit untuk ditebak. Setelah tiga hari berikutnya, beliau masuk ke dalam masjid dengan warna kulit yang sudah berubah.”
Syaikh Hasan bin Hamawih sungguh sangat berwibawa. Tidak ada seorang pun yang memiliki kemampuan dan keberanian untuk berbicara dengan beliau karena keagungan dan kewibawaannya. Sementara, antara Syaikh Hasan bin Hamawih dengan Syaikh Abu Ja’far al-Kharraz al-Isthakhri ada persahabatan yang sangat dekat.
“Syaikh, aku memiliki sedikit keju yang baru. Apakah boleh kubawa ke sini?” tanya Syaikh Abu Ja’far al-Kharraz al-Isthakhri kepada Syaikh Hasan bin Hamawih. Kebetulan Syaikh Hasan memang senang sekali terhadap keju yang baru. “Boleh,” jawab beliau. Syaikh Abu Ja’far lalu mengambil keju yang baru itu.
Syaikh Hasan bin Hamawih lalu makan keju yang baru itu. Beliau memberikan isyarat dengan tangannya untuk semuanya biar ikut serta makan. Syaikh Ibn Zaidan lantas menoleh kepada Syaikh Abu ‘Abdillah bin al-Khafif dan mengatakan bahwa Syaikh Hasan bin Hamawih tidak diragukan lagi sebagai orang yang jujur, baik dan benar.
Bagi saya pribadi, beliau bukan saja jujur, baik dan benar, tapi lebih dari itu beliau juga sebagai seorang sufi yang murni bersikap asketis dan menyerahkan diri habis-habisan kepada Allah Ta’ala. Sehingga hadiratNya itu berpihak kepada beliau dengan memberikan karamah yang sampai hari ini tetap saja membingungkan akal kita. Apa itu? Lenyap dari pandangan. Wallahu a’lamu bish-shawab.
- Syaikh Abu ‘Abdillah at-Turughbadzi - 1 November 2024
- Syaikh Abu Muhammad ar-Rasibi - 25 October 2024
- Syaikh Abu ‘Abdillah al-Muqri - 18 October 2024