
Beliau adalah Ja’far bin Muhammad bin Nashir al-Khuldi al-Khawwash Abu Muhammad. Beliau berasal dari Khuld, sebuah tempat di Baghdad. Beliau adalah salah satu murid dari Syaikh Junaid al-Baghdadi dan Syaikh Ibrahim al-Khawwash. Beliau bersahabat dengan Syaikh Ahmad an-Nuri, Syaikh Ruwaim al-Baghdadi, Syaikh Sumnun bin Hamzah, dan lain sebagainya.
Beliau dikenal sebagai seorang sufi yang sangat alim di bidang ilmu tasawuf, memiliki koleksi kitab yang banyak sekali yang berkaitan dengan sejarah, berbagai macam hikayat, dan berbagai macam perjalanan para sufi. Dengan tegas beliau mengatakan bahwa dirinya mempunyai 200 kitab antologi puisi dan pernah berjumpa dengan 2000 sufi.
Beliau juga menyatakan bahwa keajaiban Iraq itu ada tiga. Pertama, kalimat-kalimat syathahat Syaikh Abubakar asy-Syibli. Kedua, anekdot-anekdot Syaikh al-Murta’isy. Dan yang ketiga adalah hikayat-hikayat Syaikh Ja’far al-Khawwash. Beliau yang merupakan guru dari guru Syaikh Abu al-‘Abbas an-Nahawandi itu wafat pada tahun 348 Hijriah.
Betapa sangat mulia dimensi kemudaan yang telah dianugerahkan oleh Allah Ta’ala kepada beliau. Bayangkan bahwa bagi beliau, kemudaan itu tidak lain adalah kesanggupan untuk senantiasa menyepelekan diri sendiri. Dan pada saat yang bersamaan, kemudaan adalah takzim terhadap kehormatan umat Islam.
Posisi diri sendiri yang sering kali dinomorsatukan oleh kebanyakan orang baik secara langsung maupun tidak, di hadapan beliau justru “digelontorkan” menjadi nomor sekian yang sama sekali tidak terlalu penting. Sedangkan kehormatan umat Islam betul-betul dijunjung tinggi. Sungguh, hal itu merupakan sikap hidup yang begitu terpuji.
Hari demi hari bertambah. Menjadi minggu demi minggu. Menjelma sebagai bulan demi bulan. Menggumpal sebagai tahun demi tahun. Dan umur Syaikh Ja’far al-Khawwash juga semakin bertambah. Tapi sikap kemudaan itu tetap dibawa oleh beliau hingga di ujung umurnya.
Artinya adalah bahwa di umurnya yang sudah sangat senja, beliau masih tetap berpegang pada sikap kemudaan yang seperti itu, tidak kemudian lantas merasa lebih mulia dibandingkan dengan kehormatan umat Islam. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal itu jelas merupakan karunia rohani yang begitu agung dari Allah Ta’ala.
Itulah apa yang oleh beliau sendiri disebut sebagai syarif al-himmah atau semangat yang mulia. Semangat yang demikian akan menjadikan seorang lelaki rohani sanggup mendaki hingga ke puncak gunung spiritual yang tertinggi, bukan terutama berbagai macam mujahadah yang digelar oleh banyak orang dengan tanpa panduan yang memadai.
Syaikh Abu Isma’il ‘Abdullah al-Anshari al-Harawi yang populer dengan sebutan Syaikh al-Islam menuturkan bahwa Syaikh Ja’far al-Khawwash pernah ditanya oleh orang-orang tentang substansi mereka yang memiliki kearifan. Beliau memberikan jawaban dengan tegas: “Mereka bukan mereka. Andaikan tetap mereka, pasti mereka tidak ada.”
Tidak usah bingung dengan jawaban seperti itu. Secara hakiki, mereka itu sesungguhnya tidak ada. Yang ada dan memerankan mereka tak lain adalah Allah Ta’ala. Seandainya mereka memaksakan diri untuk tetap ada, maka menjadi jelas bahwa mereka bukanlah mereka lagi. Wallahu a’lamu bish-shawab.
- Syaikh Abu Nashr as-Sarraj - 14 March 2025
- Syaikh Bab al-Farghani - 7 March 2025
- Syaikh Abu Hamid al-Muhib - 28 February 2025
Najma
Hallo, Min… terima kasih telah senantiasa me-post-ing tulisan walau hanya kolom tajalli.
Tapi jujur, Min, saya selalu menunggu kolom cerpen, saya suka sekali membaca cerpen-cerpen di sini. Kenapa sudah setengah tahun tidak pernah post cerpen dan yang lainnya, Min? huhu