Syaikh Musa al-Jirufti

Beliau adalah Musa bin ‘Imran al-Jirufti. Jiruf adalah nama kota yang besar dan agung dari sekian nama kota yang ada di Kirman. Di dalam Kitab Mu’jam al-Buldan disebutkan bahwa kota tersebut termasuk kota yang paling bersih dan paling luas. Di dalamnya, paling banyak pohon kurma dan aneka buah pohon yang lain.

Beliau adalah seorang sufi yang buah rohaninya paling melimpah ruah di Jiruf. Beliau adalah guru rohani bagi Syaikh ‘Abdullah at-Thaqi, juga bagi orang-orang lain di daerah Jiruf. Beliau tidak diketahui lahir pada tahun berapa dan wafat pada tahun berapa di Jiruf. Yang jelas adalah bahwa wafatnya beliau tidak diriwayatkan oleh siapa pun.

Syaikh Abu Isma’il ‘Abdullah al-Anshari al-Harawi yang dikenal dengan sebutan Syaikh al-Islam menyatakan bahwa pernah terjadi perseturuan antara Syaikh Abu ‘Abdillah bin al-Khafif dengan Syaikh Musa bin ‘Imran al-Jirufti. Di dalam ungkapannya, Syaikh Abu ‘Abdillah bin al-Khafif memberikan secarik kertas yang bertuliskan:

“Sesungguhnya di Syiraz ada seribu murid bagiku. Jika aku berkehendak, setiap satu murid memberikan seribu dinar untukku dengan tanpa berhenti, dengan tanpa batas waktu.” Sebagai sebuah jawaban, Syaikh Musa bin ‘Imran al-Jirufti memberikan balasan: “Sesungguhnya di Jiruf ada seribu musuh bagiku. Jika mereka mendapatkanku dan membunuhku, mereka tidak akan mengampuniku.”

Mana menurut kita di antara keduanya yang betul-betul sufi. Mungkin setiap orang memiliki argumentasi masing-masing mana di antara keduanya yang sungguh dianggap sufi. Mungkin bagi kita, yang kedua yang betul-betul sufi. Sebab apa? Sebab di samping dia sungguh berkonsentrasi kepada Allah, dia juga mesti berkonsentrasi kepada musuhNya.

Memang tanpa kehendak dari Allah Ta’ala, tak mungkin musuh-musuhNya juga berkehendak. Tapi kalau Allah Ta’ala juga berkehendak, bukankah musuhNya juga tinggal berkehendak? Kehendak Allah Ta’ala adalah realisasi dari kehendak musuh-musuhNya. Dan tidak berkehendaknya Allah Ta’ala adalah realisasi dari tidak adanya kehendak dari musuh hadiratNya.

Bisa jadi orang lain menilai bahwa orang yang pertama yang betul-betul sufi di antara keduanya. Kenapa demikian? Karena yang pertama yang betul-betul memiliki murid yang setia kepada dirinya. Bukankah di dalam dunia tasawuf juga ditandai dengan adanya kesetiaan dan kepatuhan?

Benar kata Syaikh Musa bin ‘Imran al-Jirufti yang mengatakan kepada Syaikh Abu ‘Abdillah bin al-Khafif: “Siapa yang lebih sufi, aku atau engkau?” Mungkin kita tidak akan pernah tahu siapa di antara keduanya yang lebih sufi. Mungkin di antara keduanya sebagaimana Nabiyyullah ‘Isa bin Maryam dan Nabiyyullah Yahya.

Kalau kedua Nabiyyullah itu bepergian, selalu saja Nabi ‘Isa bin Maryam bertanya di perkampungan itu: “Di mana di sini rumah orang jahat? Saya mau nginap di sana.” Pada saat yang bersamaan, Nabi Yahya bin Zakariyya selalu bertanya di perkampungan itu: “Di manakah di rumah orang baik di sini? Aku mau nginap.”

Bahkan konon Nabi ‘Isa bin Maryam jika ditampar oleh seseorang pipi kirinya, diberikan pipi yang kanan kepada orang tersebut siapa tahu dia kurang ketika menamparnya. Setiap orang yang menyaksikan beliau pastilah terbelalak dan menyangka bahwa dia adalah Tuhannya. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Kuswaidi Syafiie
Latest posts by Kuswaidi Syafiie (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!