
Mimpi adalah sebuah pembebasan jiwa dari tekanan luar,
sebuah pelepasan ruh dari belenggu dunia.
Sigmund Freud
Kendati tak senang sama sekali pada Sigmund Freud tatkala ia bicara tentang agama dan Tuhan, yang dengan sangat brutal ia sebut gangguan neurosis persis orang-orang sakit jiwa yang ditelitinya, sehingga dengan enteng ia menyimpulkan agama dan Tuhan sebagai ilusi (jika minat, Anda bisa baca buku Hans Kung, Ateisme Sigmund Freud, Pelangi, 2016), saya tetap harus mengakui terkesima pada teorinya tentang mimpi yang diulas secara psikoanalisis. Bagi Freud, mimpi bukanlah sekadar “kembang tidur”. Mimpi yang terjadi pada tidur seseorang berkorelasi erat dengan endapan-endapan kesan, pengalaman, dan impiannya pada sesuatu di alam nyata.
“Mimpi sering muncul dengan memiliki beberapa arti; merupakan sebuah makna atau sebuah pemenuhan keinginan yang dapat menyembunyikan hal-hal lainnya sampai di lapisan terendah…,” kata Freud dalam The Interpretation of Dreams.
Apa yang dimaksud “lapisan terendah” itu adalah alam bawah sadar; alam psikis yang akan sangat mudah kita kendalikan dalam keadaan sadar atau jaga, tetapi aktif begitu saja dalam lelap—atau tak sadar. Kerja alam bawah sadar ini sangatlah sulit ditampik tidak berkaitan dengan kerja alam sadar. Sebut saja bila Anda bermimpi dikejar harimau, Anda pun pontang-panting untuk menyelamatkan diri sampai jatuh ke jurang, ternyata di jurang itu ada sarang ular kobra, Anda kembali lari sekuat tenaga mendaki jurang itu, dan tepat di bibir jurang, ada dua debt collector berdiri dengan kaki tegak menunggu Anda yang sangat ketakutan. Anda tersentak bangun!
Lihatlah kini, betapa tubuh Anda merasa sangat lelah, takut, ngos-ngosan, pucat, dan berkeringat. Ini menjadi bukti empiris paling sederhana keterkaitan alam bawah sadar yang menguarkan mimpi dengan alam sadar yang terlelap. Keduanya benar-benar saling merasakan. Dalam berbagai kesempatan, banyak orang menjadikan ilustrasi ini sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan skeptis tentang kehidupan setelah mati, alam akhirat.
Ihwal hadirnya sebuah mimpi mungkin saja tidak bisa Anda pahami latar belakangnya, tetapi sebagian lainnya sangat mudah dimengerti, dan inilah bukti-bukti logisnya untuk mudah sekali bersetuju pada teori Freud ini. Sebut saja, misal, saat Anda mengangan-angan seseorang sebelum tidur, seperti yang saya tahu kerap dilakukan Miko pada Ve, besar sekali peluangnya untuk memimpikan orang tersebut. Ini menegaskan tesis Freud tentang “timbunan-timbunan kesan atau pengalaman” di alam nyata yang terekam oleh alam bawah sadar lalu menguar dalam bentuk mimpi.
Sampai di sini, teranglah bahwa sebuah mimpi secara ilmiah merupakan peristiwa unconsciousness yang mencerminkan kesan atau pengalaman consciousness.
Salah satu istilah Freud yang menarik tentang terjadinya sebuah mimpi ialah “sumber mimpi somatik”. Ia menashih tiga item yang melibatkan kerja fisik dan psikis sebagai pembentuk sebuah mimpi, yakni: pertama, rangsangan sensor objektif yang diakibatkan oleh objek-objek eksternal, kedua, keadaan dari dalam karena gelora organ sensoris yang hanya memiliki realitas subjektif, dan ketiga, rangsangan fisik yang timbul dari dalam tubuh.
Sebut saja Miko semalam bermimpi tentang Ve yang didamba-dambanya sejak event Kampus Fiksi di akhir September 2016 lalu. Menurut teori mimpi somatik Freud tersebut, mimpi Miko itu bukanlah sebuah kebetulan belaka, tetapi melibatkan kerja eksternal dan internal yang menciptakan rekaman di alam bawah sadar Miko. Bayangan Miko tentang objek eksternal itu (sang perempuan dambaan, Ve) jelas terekam jelas dalam ingatannya; dari rambutnya, senyumnya, gaya bicaranya, atau kepribadiannya yang membuatnya mendambanya. Rekaman ingatan pertama ini tampil sebagai realitas subjektif pada diri Miko; bahwa Ve sedemikian menariknya, memesonanya, sehingga Miko sangat mendambanya. Kemudian, kerja sama eksternal dan internal tersebut, diperkuat oleh kerja fisik Miko dalam bentuk rangsangan (baca: keinginan-keinginan) yang menguasai tubuhnya—semisal Miko ingin berjumpa, berdekatan, atau menjadi pasangan Ve.
Lalu, menyembullah ia dalam sebuah mimpi!
Freud sama sekali tidak sedang menceracau dengan teori mimpinya. Freud memperkuat teorinya dengan memasukkan perkara trauma masa kecil atau masa lalu sebagai bagian dari rekaman alam bawah sadar yang acap kali menyembul dalam wujud mimpi. Dan, dalam banyak kasus empiris, fakta-fakta demikian memang kerap terjadi pada banyak orang. Dalam contoh kasus Miko tadi, ia menyebutkan “mimpinya” tentang Ve dalam “ingatan-ingatan masa lalu” pada seorang tante yang pernah dekat dengannya.
Kerja alam bawah sadar ini akan lebih mudah dipahami bila kita libatkan pula kasus-kasus “tak terduga” yang nyata terjadi pada diri kita. Teori pengulangan, atau, energi pengulangan.
Jika Anda membiasakan diri mengucapkan kata “sialan” dalam berbagai peristiwa, niscaya lisan Anda akan semudah meludah untuk keceplosan mengatakannya kapan pun—bahkan pada momen yang Anda sesalkan kemudian. Begitu pun bila Anda terbiasa mengucap “ya Allah”, dalam banyak momentum, lisan Anda akan begitu saja mengucapkannya. Apa pun, kesimpulannya, jika diulang-ulang, akan menghadirkan endapan-endapan rekaman di alam bawah sadar, lalu spontan menyeruak ke permukaan, ke alam sadar, alam nyata. Demikianlah ilustrasi paling sederhana tentang keberadaan kerja rekam alam bawah sadar.
Bila keberadaan dan kerja alam bawah ini kita arahkan kepada hal-hal yang penting bagi hidup kita, sebutlah cita-cita di masa depan, membuatnya makin tebal dan tebal timbunan rekamannya, dapat dipastikan bahwa cita-cita itu akan kuat menyeruak ke alam sadar kita. Teorinya, mengikuti Freud, pertama, menghadirkan rangsangan sensor objektif berdasar objek-objek eksternal (misal, betapa bahagianya Anda bila benar-benar bisa jadi pengusaha), kedua, membangun dorongan organ sensoris yang hanya memiliki realitas subjektif (misal, Anda terus dan terus menancapkan di dalam jiwa dan pikiran tentang cita-cita menjadi pengusaha), dan ketiga, membentuk rangsangan fisik yang timbul dari dalam tubuh (misal, Anda mencoba dan mencoba secara fisik untuk bertampil bagai pengusaha), maka peluang Anda untuk benar-benar menjadi pengusaha amatlah besar terbuka.
Kenapa?
Inilah prinsip kerja alam bawah sadar yang menegas dalam laku nyata alam sadar; ini adalah sebuah spirit yang amat dahsyat energinya yang kita tahu menjadi alasan pertama dalam mengejar sebuah tujuan atau cita-cita. Tanpa sokongan keyakinan, optimisme, dan ketangguhan yang menjiwai diri, mustahil sekali untuk menggapai suatu cita-cita yang jalannya tidak sederhana. Sampai di titik ini, mudah dimengerti mengapa semua motivator selalu mengatakan bahwa langkah pertama untuk sukses adalah tancapkan niat, keinginan, harapan—maka bermimpilah!
Menafsirkan sebuah mimpi dengan mengikuti pemikiran Freud yang ateis-brutal boleh jadi dianggap kesia-siaan belaka oleh sebagian orang, tetapi harus diakui bahwa secara ilmiah dari Freud, lah, kita mendapatkan paparan logis yang amat meyakinkan bahwa bermimpi, memiliki impian, merupakan sebuah kerja ilmiah alam bawah sadar yang nyata adanya pada lapisan-lapisan jiwa kita yang amat bermanfaat untuk kita pahami dan arahkan sebagai batu pijakan menggapai cita-cita di masa yang akan datang.
Maka, bermimpilah!
Jogja, 5 Oktober 2016
- Memahami Peta Syariat, Ushul Fiqh, dan Fiqh Dengan Sederhana - 28 October 2019
- Kembalikan Segala Perbedaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya Saw. - 30 September 2019
- Memahami Kompleksitas Maqashid al-Syariah - 16 September 2019