
Namaku yang Kaucatut
andai ada namaku yang kaucatut
simpan saja sebagai kenangan
dan tak perlu pulangkan padaku
: nama yang mungkin kelak
kaugunakan dalam kertas kerja,
laporan keuangan, bantahan
atas tuduhan padamu — juga
surat sakti
menuju surga — tapi bukan ayatayat
yang diturunkan dari langit laksana
hujan dan mendebarkan
kilatan hingga meruntuhkan tursina
jika kau ingin mencatut namaku
sekalian simpan — semoga kelak
bisa menuntunmu meniti
jembatan itu — hidup dan apimu
/2016
Berlayar di Laut Kelam
apakah kakiku masih tahan
menyusur liku heningmu?
sunyi tak buat malamku mati
terlempar ke atas ranjang
melebarkan selimut
meniup laut jadi ombak
aku berlayar di laut kelam
pucukpucuk gelombang
mendorong perahuku
lepas, makin lekas ke laut luas
pendar lampu menyalakan
mataku. kilau dermaga
gegaskan perahu. ke lepas
gelombang aku mengambang
tak habishabis waktu
tiada sudah tatapku
ke depan: rumahmu
malam…
/agustus 2016
Mula Kucium Tanah
sebab di sini mula kucium tanah
maka tak kutinggalkan kota ini
dan biarlah jalan dan segala tanda
melengkapi namaku, akhir kelak
meski ini kota sudah angkuh
hampir melupakan ciuman pertama
di keningku, adzan dan takbir
di telingaku
sebagai ikatan kasih
kini, kota yang dulu kurasa ramah
pelanpelan jadi pongah
jalanjalan kehilangan rambu,
namanama jalan kian asing
aku berputarputar
menghabiskan umur
sebelum sampai padamu
Kemiling 10 Agustus 2016
Jangan Jadikan Aku Batu di Kota ini
jangan jadikan aku batu
di kota ini –sebongkah
yang kelak kauukir
sebagai patung di taman
berwaktu-waktu hanya
menunggu tamu yang
datang dan pergi. tanpa
senyuman,
apalagi ciuman– tapi jelmakan
aku sebagai air, hujan yang
menyejukkan. bukan banjir
hingga kotaku ini tak bertanda
bukitbukit diruntuhkan, pantai
ditimbun demi kota baru –ah,
untuk kematian kami. sebuah
kematian tak perlu kuburan;
ombak akan mengubur—
maka, sekali lagi, jangan
jadikan aku batu. sebongkah
yang kelak kauukir sebagai
patung menemani
wali kota pada jamjam
kunjungan ke jalanjalan
10 Agustus 2016
Milikku Sunyi yang tak Akan Pergi
kembali aku pada sunyi. selalu milikku
yang tak akan pergi. dari satu sepi
ke lain yang hening. padahal semalam
kita bersama, merumuskan kalimat
dan hitungan paling rahasia; ihwal usia
jalan kenangan, sejarah silam yang
diburuburu namun tak pernah jadi
dadu
kecuali hanya untuk pongah. — poyang
yang gagah, himpunan masa lalu
kian berdebu, dan hampir jadi abu
oleh musimmusim gemuruh —
tapi kita akan terus mencari meski
laut dan udara dilintasi: petang
mendekati kelam. — ke mana kau
pergi, aku dirundung sunyi —
aku kembali sepi
/14 agustus 2016
- Sajak-Sajak Isbedy Stiawan ZS - 12 July 2022
- Puisi-Puisi Isbedy Stiawan ZS - 8 March 2022
- Puisi-Puisi Isbedy Stiawan ZS; Kisah Beberapa Bagian dari Pelayaran - 22 June 2021