Kubur Terakhir
malam ini kita tertawa
mencium harum bunga
yang minggat dari tubuhmu.
kau beringsut melihat mata mengintaimu
di balik rimbun kenangan.
menumpuk serupa kubur nama
yang pernah kau catat
epitaf-epitaf yang kau ceritakan
dan menitipkannya dalam puisiku.
malam memanjang
menyerupai lorong gelap di kepalamu.
kau sembunyi di tubuhmu yang lain
sebab masa lalu menyimpan rapi segala yang pergi.
orang-orang tak mengenalmu
kecuali ia yang dilahirkan dari masa lalu
menambal luka dan bertukar sepi.
Dua Sajak Dalam Satu Malam
are yang kesepian
(azan awal)
iblis menggelar fajar palsu
are merengek minta susu:
“Yah…entus..”
segelas susu selesai
segelas resah tak selesai-selesai.
si ayah menyumat rasa kesalnya
pada sebatang rokok
are tak lagi merengek.
setengah cangkir kopi habis
setengah cerpen mengapung di atasnya.
“Yah… eta, bing…”
si ayah pura-pura tak dengar
rokoknya mengepul
mirip cerobong kereta tua.
berkali-kali are ngoceh
mirip pedagang asongan kereta
“Nanti ya…. lihat kereta sama mobilnya,
komputernya masih dipakai ayah kerja.”
are kecewa dan keluar rumah.
di halaman rumah,
tiga penyair muda sibuk menghimpun diksi
dari kesepian, puisi yang kesepian.
(azan shubuh)
are membongkar mainannya yang berdebu.
“Om, aen.. om…”
”Nanti, masih gelap. are tidur lagi sana!”
are main sendiri
ngoceh sendiri
ngomel sendiri
ibunya sibuk mencuci
piring kotor, gelas kotor, baju kotor,
dan lantai dapur yang kotor.
amigos yang pemalas
apakah bedanya koto dan amigos?
jelas keduanya sama-sama masih bernafas.
amigos asli persia
bulunya lebat dan lembut pula
itulah alasan kenapa ia suka tidur.
amigos hilang
koto resah melebihi kehilangan pacar
hilang pacar, banyak gantinya
hilang amigos, uang gantinya.
satu malam
ini sajak ditulis dengan lapar
penyair yang ingin kaya dan terkenal
ini sajak dijual eceran
bisa pesan buat pacar
atau calon pacar
atau siapa pun
tanpa batas umur
silahkan memesan!
puisi kejar mingguan.
Kita Lupa Jemuran
gelap mengental di jantung
rembesan sunyi
membasahi tubuhku.
di luar,
jemuran masih tergantung
kita terka jarak esok
masihkah ada matahari?
membaca cuaca
dan beberapa rencana yang terbuang
kitapun terus memutar jam
mengokohkan langkah
dan jejak-jejak yang tertinggal
di tubuh kita.
Musim yang Tiba-tiba Menepi di Sela-sela Bulu Matamu
tak biasa kutemukan engkau siang hari
di bawah payung pohonan
musim tiba-tiba menepi
di sela-sela bulu matamu.
kemelut debu, langit cerah.
catatan basah, sebab embun semalam turun
membasahi bait-bait tubuhmu;
kausimpan setiap halamannya di dada kirimu
merapikannya,
kau baca, merekamnya,
setiap kejadian yang curah dari matamu.
masih adakah yang harus dibicarakan
selain kemurungan masa depan?
lalu siapa telah menulisnya kemarin
ketika hujan terhenti pada sepasang matamu?
Dan Sunyi Berceracau Lewat Burung-burung
sunyi berceracau lewat burung-burung
angin menghembus diri
jadi daun berguguran
ditingkahi tetes gerimis
dan suara gaduh yang jauh:
kurangkumi setiap kecewa
yang kelewat putus asa.
sunyi berceracau lewat burung-burung
mencaci segala yang pergi
serupa dosa yang dibingkai
dalam album ingatan.
ingatan adalah hantu usia
mencekikmu ketika tiba jeda.
dan hari ini kita mencipta masa silam
dari burung yang pelan-pelan terbang
dari tubuhmu.
Tujuh Hari di Malam yang Sama
lupakan mimpi tujuh malammu
dan mulailah belajar berbohong.
mari! sebentar lagi perburuan akan dimulai
di tiap tikungan atau gang-gang sempit
kau akan menemukan kepala yang meleleh.
bola mata hijau. sepatu hijau.
jalan-jalan hijau. gedung-gedung hijau.
harapan yang hijau.
jalan-jalan cuek
masa depan merangkak dan hibuk
berdesakan, di dalam rencana yang macet
dan selokan-selokan yang mampet.
“Hello, apa kabar?
jam berapa sekarang?
libur akhir pekan akan sama:
kopi dan berita korupsi,
iklan coca cola dan pepsi,
selamat menikmati.”
suara mesin berdengung di kepala
mungkin itu rindu
atau suara emakmu,
“Kota tidak membuatmu lupa jalan pulang kan?”
rambu-rambu jalan padam
kota padam
senja melipat cahaya
dan orang-orang berumah di kepala.
tutup kembali jendelamu
lupakan kejadian yang padam di jalan
pasang selimut dan jadilah pemimpi yang pemberani!
- Puisi ini diilhami dari instalasi “Bangun tidur kuterus mandi” karya Sumbul Pranowo.
Tarling Paceklik
cahaya bulan sobek
di atap rumah yang bocor
aroma kayu bakar meruap
di udara yang kotor
suara dangdut tarling
lebih kering dari sawah
dan sungai-sungai kurus.
lolong anjing lapar
melukai mimpi mereka
di sepertiga malam.
doa mereka dicuri
dari lubang mimpi.
dan pagi,
jadi hal paling menakutkan untuk sembuyi.
matahari malas lewat di atas kepala
udara lelah di setiap nafas mereka
dari desa ke kota
dari pabrik ke klub malam
dari rumah bordil ke gang-gang sempit
tempat semua dimulai
dengan keringat dan kepalsuan.
Cerita Semalam dari Kota Mangga
kenangan itu runtuh dari matamu
malam roboh di bahumu.
sebab setiap jeluk tubuhmu
memuat timbunan masa lalu.
di situ kau pernah membangun taman dongeng
tentang pangeran yang menunggangi kuda putih
yang membawa lari hatimu ke tengah hutan.
“Ayahku guru, aku SMU.
pangeranku datang dengan honda baru.
lalu minggat setelah menjilati rasa maluku.”
senja kemarin sudah tenggelam
matamu pualam
airmata hanya menderaskan masa silam
yang akan menenggelamkanmu.
kembalilah,
seperti bulan lahir karena malam
sebab kekalahan hanya bisa diterima karena kemenangan.
“Tapi kemaluanku dicuri. Seorang pangeran telah membawanya ke hutan”.
maka kembalilah,
pada kemaluan yang akan menjagamu.
- Mulihasih - 17 June 2022
- Lari-Lari Kambing - 12 July 2019
- Ra(b)bi - 18 November 2016