Memasuki Januari
Sebuah tangan membuka pintu
di beranda, di mana Januari bermula
sebaris semut tertib, seperti garis gaib
mendaki celah jendela
di samping televisi, kau duduk
di depan meja kecil menghadapi laptop
“ada rahasia ketabahan
dari sebuah corel,” katamu
lantas kudengar lagu
sedih dari Adele
selirih kuntum adenium merebakkan warna pastel
di belakangmu, si kecil
Kigo bermain tangan dan kaki
kukira tenaganya terus bertambah
tawa juga tangisnya kerap pecah rekah
memasuki pintu dapur
seikat sayur, bumbu-bumbu
seperti harapan yang menunggu
kuhampiri jendela, kupandang di sana
mata Januari yang deras alirnya
Januari 2016-2023
Memiliki Kesedihan
Sebatang hibiscus, dulu
tumbuh di batas pekarangan
rumah nenek buyutmu
di langgar, aku yang belajar
mengaji dijemputnya
selepas isya’
lantas tidur di ranjang bambu
seekor kambing dikekang di
sebuah tiang rendah
tiga meter di sisi kiriku
apa sejatinya harta itu, anakku
rumah dengan lantai tanah
atapnya daun-daun tebu
nenek buyutmu: seorang mungil
dengan raut cerlang
jauh dari luka
dari kesedihan-kesedihan
yang kita miliki sekarang
Ampenan, Januari 2023
Sebaris Sajak Dihilangkan
Hujan yang mengalir deras
lantas berhenti
meninggikan genangan
sebelum subuh
saat dingin dikekalkan
sebaris sajak
kembali dihilangkan
Ampenan, Januari 2023
Dari Benakmu, Kata-Kata Tersusun
: winarni dl
Dari benakmu kata-kata tersusun
tersimpan, terawetkan
mengarus sepanjang alir darah
seperti menegaskan garis-garis silsilah:
lentur keras, lentur keras
namun aku, kata-kata yang kau susun
adalah puisi; seumpama jam dini hari
teratur meluncur, memasuki sunyi
denyut jantung museum
setabah perdu kebun
kususur jalan
hijau mengitari ruas-ruas herbarium
Ampenan, Januari 2023
Mencari Rumah Puisi
Ia tahu dirinya tak lagi muda
telah ia masuki banyak pintu
namun tak satu pun rumah yang ia datangi
menyebut diri rumah puisi
lantas ia bergerak memasuki banyak jalan
juga taman, mimpi, buku-buku,
kesedihan-kesedihan
dengan sedih yang ke sekian, ia kembali pulang
ke dapur, pekarangan, ke meja belajar anaknya
di sana di selembar kertas ia temukan gambar
yang dibuat anaknya:
sebentuk raut yang tak lagi cerlang
di atas kening, helai-helai rambut
yang mulai mudah tercabut
bagai tertabur tepung: putih, sepi, merata
maka ia paham, puisi lebih memilih datang
dengan tubuh bernas
pada rambut, pada mata, pada tangan-tangan
yang lebih segar
dan bebas
Ampenan, 2022 – 2023
- Puisi Lailatul Kiptiyah - 25 June 2024
- Puisi-Puisi Lailatul Kiptiyah - 17 January 2023
- Puisi-Puisi Lailatul Kiptiyah - 25 January 2022
Ajeng
Waaa ada Kigo di puisi bunda
Manis semua mba Laila…
Selalu kagum dengan puisi-puisimu. 🥰
Lailatul Kiptiyah
Waaah..terima kasih sudah ke sini mba Ajeng..salam kasih🍎