
BIBIR
Seperti laut
kedalaman mulut
selalu berakhir pada bibir.
Bibir basah sepasang bocah
menari dan menyanyi
mengelilingi istana pasir.
Tak ada sampah
di mulut dan tangan mereka,
setiap kata butir mutiara,
patahan ranting mereka genggam
menjadi tongkat Musa,
serpihan papan mereka rakit
menjadi perahu Nuh.
Tapi ada saja telinga
yang menganggap setiap suara
bising,
meski kuping mereka mulai tuli.
Ada saja mata-mata
yang menangkap setiap gerakan
menjadi waswas dan curiga,
meski mereka mulai rabun.
Mereka takut sepasang bocah
membangun istana kaca Sulaiman
yang menyingkap betis perawan,
atau menyembunyikan
bangkai paus yang menelan
Yunus.
Angin bertiup kencang
melambungkan matahari,
seperti balon udara menuju senja
menyulap sepasang bocah
menjadi remaja.
Seperti laut
kedalaman mulut
selalu berakhir pada bibir.
Bibir basah sepasang remaja
melarung janji ke tengah
samudra.
Tak ada sampah
di mulut mereka,
setiap kata butir mutiara
gita mahabah suara Daud.
Tapi mata-mata dan telinga
makin waswas dan curiga.
Di atas batu karang
mereka memasang plang:
dilarang bermesraan
kecuali dengan Tuhan.
Sepasang mulut kelu
terpaku pada papan
yang mengiklankan Tuhan,
seperti Yusuf koyak punggungnya
dan seorang gadis menggigit jari
menikmati lukanya sendiri.
Kulit mereka kesat
bibir mereka kering
tapi dituding tertangkap basah
dan diberi arah jalan pisah.
Gadis penyayat jari
menyingkir dari bibir pesisir,
pemuda yang koyak punggungnya
bertekad menunggu Khidir,
meski tak kuasa melawan
fatwa usir.
Angin berhenti bertiup
menenggelamkan matahari,
seperti mencelupkan
mata rabun pada malam,
mengutuk sepasang remaja
menjadi musang dan kelelawar,
dan bila matahari kembali bersinar
mata-mata dan telinga waswas
bergegas ke pasar,
menjajakan buah bibir
yang mereka petik
kemarin sore.
2019
MULUT
Setelah melewati masa
dua ribu delapan belas tahun
sekian detik,
tak kudengar lagi pepatah
mulutmu harimaumu.
Sebab, taring tak lagi tarung
dan belang
hanyalah tontonan
kebun binatang.
Setelah melewati masa
dua ribu delapan belas tahun
sekian menit,
muncul pepatah baru:
mulutmu kucingmu.
Sebab, kata-kata dipelihara
meski tak menghasilkan
susu dan daging,
hanya tengik
dan pesing.
Setelah melewati masa
dua ribu delapan belas tahun
sekian jam,
muncul lagi pepatah baru:
mulutmu kambingmu.
Sebab, kata-kata hanya rengek
yang mengembek
dalam kandang,
di belakang gembala.
Setelah melewati masa
dua ribu delapan belas tahun
sekian hari,
muncul lagi pepatah baru:
mulutmu anjingmu.
Sebab, kata-kata penolakan
menjadi gonggong siang bolong
kata dukungan hanya kain pel
menjilat lantai.
Setelah melewati masa
dua ribu delapan belas tahun
sekian minggu,
muncul lagi pepatah baru:
mulutmu babimu.
Sebab suara-suara sumbang
memantulkan bunyi plung
lubang kakus,
aroma caci maki berlomba
saling melumuri muka
dengan tinja.
Setelah melewati masa
dua ribu delapan belas tahun
sekian bulan,
kata-kata dan suara
hanyalah embek dan ngeong,
gonggong membabi buta,
menjadi babibu,
menjadi bla bla bla.
2019
SUARA
Di atas panggung
seorang biduan melantunkan
dangdut koplo.
Sepasang pengeras suara
berdiri di sampingnya
sebagai algojo.
Suaranya yang lengking
menghantam dinding
dan langit-langit,
dan bulu dada seorang bocah
yang baru tumbuh
rontok diempas gebu.
Di bawah panggung
bocah itu memejam
sebelah matanya yang kiri,
mata kanannya bulat sempurna
mengintip surga
yang diceritakan kitab suci
di celah rok mini.
Di depan panggung
suit lelaki di halaman
dan cekikikan perempuan
di teras depan.
Kebahagian memperlihatkan
wajahnya yang pertama.
Cahaya lampu di atas
dan kertas gincu di teras,
suara manja biduan
dan tawa sipu perempuan.
Kebahagian memperlihatkan
wajahnya yang kedua.
Di belakang panggung
suara mesin diesel gemuruh
menabuh dada para petaruh,
bertarung mengadu untung
dalam kocok dadu
dan gelinding cap jeki.
Cahaya temaram di bawah
dan remang di belakang,
suara degup jantung bocah
dan gaduh teriak pasang.
Kebahagiaan memperlihatkan
wajahnya yang lain.
Telinga bocah itu
seperti diset stereo
sedang mulutnya mono.
Telinga kanannya mendengar
suara bas middle dan treble,
telinga kirinya gemuruh diesel.
Mulutnya hanya melongo
mengeluarkan bunyi o.
Ia terheran-heran
suara-suara yang berseberangan
bisa saling bekerja sama,
menyanyikan lagu cinta
musim kawin.
2019
- Puisi-Puisi Roz Ekki; Bibir - 2 July 2019
- Puisi-Puisi Roz Zaky; Pikulan - 3 October 2017
Anam
Keren.. semangat terus bang👍secara pribadi nyaman sekali membaca puisi bang ekki
Roz Ekki
Terima kasih. Semoga apresiasi ini menjadi penyemangat bagi saya untuk terus berkarya.
Who& Cahaya
Asyik puisinya
Anonymous
Terima kasih
Roz Ekki
Terima kasih
Anonymous
kerennn!!
Roz Ekki
Terima kasih
Nong
Puisi nya ngalir aja. Keren
Unname
Keren
Jabal
puisi puisinya memberikan penyegaran pada kepala buntutku ini.