Puisi-Puisi Zulkifli Songyanan; Cukup Tiga Sloki

designobserver.com

 

Cukup Tiga Sloki

 

Kami tempuh jalanan basah

40 kilometer dari Moskwa.

 

Lanskap tampak berat dan hitam

bawah langit Januari yang menekan.

 

Di bulevar lengang

tram dan trolleybus meluncur tenang.

 

Tapi mataku cemas

setelah biasan cahaya

—merah, kuning, biru;

plang-plang dalam aksara kaku

berganti deretan apartemen kelabu

taman-taman senyap

pepohonan yang gemetar

dalam timbunan salju.

 

Di Podolks, Victor bertanya

apakah aku ingin jus, coklat

atau vodka?

 

Aku mengacungkan sloki

dan menatap wajah Dmitry.

 

Victor tertawa hangat

dan senyum tergurat pada wajah Dmitry.

 

“Demi kawan kami yang berani,”

kata mereka.

 

“Demi orang-orang baik di negeri ini.”

 

Awan bergerak, letih dan murung.

Gerimis mulai turun

ditingkahi gerak lincah burung-burung.

 

Botol yang sudah dibuka

pantang ditutup kembali.

 

Dan cukup tiga sloki

aku tak lagi cemas, duduk

bersama sepasang laki-laki

yang saling mencintai.

 

 

 

Percakapan Ryabina

 

Apa yang bakal kau kenang

dari pertemuan terakhir kita?

 

Seorang pengemis memainkan akordeon

di metro Teatralnaya.

Lagunya, sayang, lagu musim dingin

yang nelangsa

adalah gema dari lorong-lorong pengap

sebuah bangsa.

 

Mengapa masih ada harga

pada langit murung dan hari-hari berat

kota Moskwa?

 

Karena iman yang tua, ketakjuban

pada Pushkin dan Akhmatova

juga secuil perasaan tak berdaya

tiap kali melihat lidah penguasa

senantiasa punya cara

mendenyarkan harapan kita.

 

Bagaimana takdir menautkan

kebaikan dan keburukan

kesedihan dan keriaan

manusia?

 

Seperti kereta bawah tanah

menjangkau rahasia demi rahasia.

Seperti salju turun semalaman

dan jalanan tetap bersih

disentuh babushka.

 

Di manakah hidup menyembunyikan

akar-akar keindahannya?

 

Di tiap yang bertahan

dari segala reruntuhan.

 

Kapan akhir sebuah puisi

kapan dimulai?

 

Manakala rerantingmu

memeluk batang pohon oak itu.

 

Siapa bergegas, mabuk dan menggerutu

saat kau mengusap-usap ujung sepatumu?

 

Penderitaan yang kembali gagal

melindas nasib dan kegilaanku.

 

2020.

 

 

 

Kemang Timur 63B

 

Aku mendengar kipas angin berpusing sepanjang malam

tapi dingin tak ada.

Aku melihat tembok demi tembok hendak bersuara

meski tak bermaksud memprotes apa-apa.

 

Lalu sepotong gitar, buku demi buku

laptop yang terus menyala, waktu

kabel hitam pikiranku

tertebar di atas meja lebar yang biru.

 

Sebatang pohon rambutan

menopang kerimbunan angan-angan.

Seekor kucing datang

merenggut kasih sayang orang malam.

 

Selebihnya adalah kata-kata

jantung berita:

perkara yang membuat segala yang di sini

terus hidup dan berjaga.

 

2018.

 

 

Manado

buat Ruly & Cindy Rompas

 

1/

 

Biru jatmika

menatap manusia

Manado Tua.

 

2/

 

Jembatan Kuning

teluk menjaring angin

dermaga hening.

 

3/

 

Pelukan letih

terbuka, memberkati

bulevar duka.

 

4/

 

Lidah Tondano

cakalang sadap sudah

dabu-dabu jo.

 

5/

 

Salib di punggung

kucium dan kucium

Cap Tikus murung.

 

2018.

Zulkifli Songyanan
Latest posts by Zulkifli Songyanan (see all)

Comments

  1. Anonymous Reply

    Biasa aja

  2. Anonymous Reply

    Bening dan syahdu..😍

  3. Matang Dream Reply

    Suka puisinya

  4. Anonymous Reply

    Pamer Rusia doang. Sampah.

    • Admin Reply

      terima kasih 🙂

  5. Irwan Reply

    Jenis puisi yg sederhana tapi tak bakal lekang oleh waktu!

  6. Anonymous Reply

    Kurator yang hebat

  7. Anonymous Reply

    B aja

  8. Anonymous Reply

    Tasikmalaya assalamualaikum.. lanjut lagi. Tambah hebat pasti

  9. bonk Reply

    puisi kemang timur 63b kurang kuat pemilihan diksinya

  10. Matangdream Reply

    suka puisinya

  11. Anonymous Reply

    Saya kesulitan pahami makna dari isi puisi

Leave a Reply to Anonymous Cancel Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!