Syaikh Bundar asy-Syirazi

Beliau adalah Bundar bin al-Husin bin Muhammad bin al-Muhlab Abu al-Husin asy-Syirazi. Beliau berasal dari Syiraz. Tinggal di Barjan. Pendidikannya juga berlangsung di sana. Beliau adalah murid dari Syaikh Abubakar asy-Syibli. Bersahabat dengan Syaikh Ja’far al-Hadzdza’. Dan Syaikh asy-Syibli sendiri sangat mengagungkan beliau.

Beliau adalah guru rohani bagi Syaikh Abu ‘Abdillah bin al-Khafif. Di antara keduanya, terjadi saling tukar-menukar pemahaman tentang berbagai macam keilmuan. Selain dikenal alim di bidang fondasi keilmuan agama, beliau juga dikenal sebagai orang yang sangat bagus pembahasannya tentang berbagai ilmu hakikat.

Beliau wafat pada tahun 353 Hijriah, pada tahun di mana Syaikh Abu ‘Ali bin al-Katib juga mengalami wafat. Beliau dimandikan oleh Syaikh Abu Zar’ah ath-Thabari. Dikafani. Dishalati bersama. Dan diantarkan dengan khidmat ke pekuburan dengan suasana yang sedemikian khusyuk dan penuh penghormatan.

Beliau pernah mengatakan bahwa tidak termasuk bagian dari sopan santun seseorang yang bertanya kepada temannya, “Dari mana, engkau?” Atau mengajukan sebuah pertanyaan sebagaimana berikut ini: “Apa kesibukanmu?” Dan berbagai macam pertanyaan yang lain.

Pertanyaan yang bisa kita ajukan hari ini adalah kenapa pertanyaan-pertanyaan seperti itu digolongkan sebagai ungkapan-ungkapan yang secara spiritual dianggap sebagai bukan ungkapan persahabatan? Atau, kenapa berbagai pertanyaan yang demikian dipandang sebagai bagian dari yang terlarang?

Ketahuilah bahwa pertanyaan ‘dari mana, engkau?’ menunjuk kepada adanya ketidakpedulian seseorang terhadap temannya sendiri. Sedangkan di dalam perspektif sufisme, aku tidak lain merupakan engkau yang lain. Atau, engkau adalah aku yang mengejawantah dalam wujud yang lain.

Dunia tasawuf mengajarkan kepada kita semua bahwa nasibku adalah nasibmu dan nasibmu adalah nasibku. Pantangan bagi seorang sufi memiliki sesuatu yang tidak diketahui oleh temannya sendiri, apalagi kalau sampai sesuatu yang dimiliki itu sampai sangat dibanggakan bahkan di hadapan temannya itu.

Kebanggaan yang paling top di dalam dunia tasawuf adalah ‘kepemilikan’ terhadap Tuhan yang sangat terbuka untuk dimiliki oleh siapa saja. Dan, sebagaimana Tuhan itu sendiri, kepemilikan terhadap hadiratNya akan menjadikan siapa pun berusaha untuk senantiasa meniru berbagai macam sifat dan watakNya.

Itulah sebabnya, kenapa ketika Syaikh Bundar asy-Syirazi ditanya tentang apa itu tasawuf, beliau memberikan jawaban bahwa tasawuf adalah menunaikan janji. Yakni, janji untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan cara mengikuti jejak-jejak Rasul TerkasihNya yang akhlak beliau tak lain merupakan pengejawantahan akhlakNya jua.

Hidup yang hakiki, dengan begitu, tidak lain adalah menirukan sejumlah sifat dan watak hadiratNya yang memungkinkan bagi kita untuk sebisa mungkin menirunya. Hidup adalah transformasi bagaimana kita senantiasa mendekat kepada Allah Ta’ala, menjadi bagian dari pengejawantahan akhlakNya. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Kuswaidi Syafiie
Latest posts by Kuswaidi Syafiie (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!