Tiga Film Pendek Neil Blomkamp yang Membuatmu Terperangah

Tiga Film Pendek Neil Blomkamp yang Membuatmu Terperangah
Film Pendek Neil Blomkamp. Sumber gambar: IMDB

Neil Blomkamp bisa dikatakan merupakan sutradara sci-fi yang namanya mulai diperhitungkan sejak District 9 meledak. Semenjak namanya naik, daerah kelahirannya, Afrika Selatan, lantas mulai dilirik dunia, sebelum akhirnya piala dunia Afrika Selatan digelar. Dua film lainnya, Elysium dan Chappie juga mendapat respons positif walau tema yang diangkat Neil selalu sama: tempat kumuh di Afrika Selatan, alien, robot, serta si kaya dan si miskin.

Nama Neil juga menjadi harapan di kala Ridley Scott mengumumkan akan melanjutkan film waralaba Alien kelima dan Neil ditunjuk sebagai sutradaranya. Saat penunjukannya, Scott sedang memproduksi film Alien lain lanjutan Prometheus, Alien: Covenant. Hanya saja, Alien 5 menjadi proyek yang ditunda. Sempat akhir tahun lalu, Neil mengunggah beberapa desain awal film Alien 5 beserta pemain utama Alien sejak film pertamanya, Sigourney Weaver yang kembali memerankan Ripley.

Sebelum pada akhirnya Neil Blomkamp mengumumkan akan membuat sebuah film sci-fi diadaptasi dari novel berjudul The Gone World—tidak ada hubungannya dengan Gone Girl—Oats Studios, studio milik Blomkamp merilis beberapa proyek film pendek yang bisa Anda unduh, streaming, atau bayar jika menginginkan rilisan fisiknya.

Ketika berita tentang Oats Studios project ini diturunkan oleh beberapa laman, penulis menyambut dengan gegap gempita karena sudah haus dengan karya Neil yang menampilkan cerita yang kuat, setting yang memikat, dan efek yang luar biasa hebat. Apalagi setelah tahu tiga film pendek yang tersaji dalam Oats Studios: Volume 1 bisa dinikmati secara gratis via YouTube dengan membayar kopi secangkir dan wi-fi lima jam.

Karena hanya berupa film pendek, yang rata-rata hanya berdurasi dua puluh menit, penulis juga akan membahas secara ringkas dan panduan kepada pembaca bahwa Neil Blomkamp memang sutradara jaminan dan penulis masih berharap beliau mau dengan sabar menyutradarai film Star Wars kelak bersanding dengan Jacob Julian.

Film pertama berjudul Rakka. Penulis juga bingung mencari tahu asal usul nama Rakka dan belum ada penjelasan secara resmi apakah Neil ingin mengadu film pendeknya ini dengan film panjangnya Raffi Ahmad berjudul Rafathar.

Film dimulai dengan setting bumi tahun 2020—tak lama lagi, yang sudah dikuasai oleh alien. Bentuk aliennya pun tidak sama dengan yang ditampilkan di film District 9. Kali ini menyerupai reptil dengan anatomi persis manusia. Tidak dijelaskan kenapa mereka menyerang bumi, tapi Neil menampilkan manusia menjadi budak Alien dan meneliti mereka dengan cara keji.

Seperti tipikal film survivor pada umumnya, yang bertahan akan berjuang melawan alien dengan menggunakan semacam alat untuk membendung pengaruh alien yang dipasang di kepala. Bentuk fisiknya akan mengingatkan Anda jika sudah menonton Elysium.

Film ini sederhana walau digarap tidak dengan cara sederhana. Aktris Alien yang harusnya juga ikut mengambil peran di Alien 5, Sigourney Weaver, menjadi lakon utama. Untuk aktris lainnya, penulis tidak melihat wajah besar lain. Walau mungkin bisa saja Anda mengenalinya di akhir kredit.

Tak perlu melihat bagaimana akting para aktor yang bermain dan bagaimana cara manusia bisa bertahan dengan serangan-serangan alien atau apakah alien tersebut akan minggat dari bumi. Cukup melihat bagaimana seorang Neil Blomkamp memvisualisasikan invasi Alien ke seluruh bumi saja Anda akan berpikir kenapa film seperti ini hanya menjadi sebuah film pendek dan mengutuk segera kenapa justru Rafathar yang tayang bukannya Dunkirk di bioskop terdekat di daerah tempat tinggal penulis.

Film berikutnya berjudul Firebase. Fokus cerita mundur ke tahun 1970 di saat Amerika sedang gencar-gencarnya perang di Vietnam. Ber-setting juga di Vietnam—walau sebenarnya penulis ragu kalau mereka benar-benar berada di Vietnam, film ini akan mengingatkan Anda kepada film Predator yang dimainkan oleh Arnold—bukan yang versi remake.

Di saat para prajurit Amerika menyerang tentara pemberontak di hutan, mereka juga diharuskan melawan sosok yang disebut Dewa Sungai. Siapa Dewa Sungai sebenarnya, dijelaskan di sini. Yang mengagumkan, desain Dewa Sungai jauh lebih bagus dari desain robot Rafathar alien Rakka. Juga saat Dewa Sungai menunjukkan kemampuannya bisa menghilang dan para prajurit terpaksa menghancurkan seluruh hutan. Bisa dibilang kalau ini adalah homage untuk film Predator.

Penulis tidak mengenali aktor besar bermain di Firebase, tidak seperti Rafathar Rakka. Hanya saja menggabungkan ide sosok asing di dalam perang Vietnam merupakan hal baru yang jarang digali oleh industri kreatif negara ini. Contohnya saja, kenapa kita tidak membuat sebuah film atau novel yang berkisah, saat perang gerilya Jenderal Soedirman ternyata Jenderal Soedirman dibantu oleh alien sehingga para prajuritnya bisa melihat dalam gelap? Atau katakanlah penduduk negara ini jauh lebih suka dengan setting tahun 65 dan 98, kenapa tidak menambahkan unsur sci-fi dan alien di dalamnya? Apakah aliennya sudah merupa sempurna ke dalam tubuh manusia-manusia tanpa jiwa itu?

Film terakhir berjudul Zygote. Kenapa dibilang terakhir, karena penulis tidak menemukan film pendek lain di akun Oats Studios dan juga karena wifi-nya sudah lemot.

Zygote bisa dibilang paling intens. Ketegangan sudah dimulai sejak menit pertama. Berkisah tentang dua orang yang selamat di sebuah pertambangan Antartika, Quinn dan Barkley harus menyelamatkan diri dari sosok alien yang menyerang fasilitas tersebut. Ha… mirip dengan premis film The Thing.

Seperti film Rafathar Rakka, tidak dijelaskan asal muasal alien tersebut. Namun dari tingkat kengerian desain alien dari dua film sebelumnya, alien di Zygote jauh lebih menakutkan dan menarik. Beruntunglah kengerian berkurang berkat pemeran utama Barkley adalah si cantik Dakota Fanning.

Persamaan dari ketiga film ini adalah tidak mempunyai ending yang utuh sehingga penonton masih diharuskan menebak bagaimana akhir yang sempurna untuk tiga kisah ini. Bagi penulis, Zygote adalah yang terbaik dari seri Oats Studios: Volume 1. Alasannya tercetak jelas: Dakota Fanning.

Tiga film di atas ditulis dan disutradarai oleh Neil Blomkamp. Ini seperti pertanda bahwa berkarya tidak perlu mengenal tempat dan modal besar walau penulis yakin modal membuat satu film pendek Neil Blomkamp bisa membuat lima film Warkop Reborn dan tujuh belas film Rafathar. Juga berterima kasihlah kepada Blomkamp tidak membuat film-film ini harus ditonton di Netflix karena negara ini memang sedang kesusahan untuk mencari sinyal internet.

Penulis menyarankan, tontonlah segera film-film pendek ini sebelum akhirnya YouTube dan Neil Blomkamp membuatnya berbayar demi membuat kaya diri mereka sendiri. Penulis juga tidak menyalahkan mereka yang anti film pendek barat dan lebih memilih film karya dalam negeri.

PS: penulis masih belum menonton Rafathar, hanya sudah melihat trailer-nya saja dan sepertinya tahu kalau film itu akan menjadi sebuah film.

PS2: penulis bukan buzzer filmnya R.

PS3: penulis bukan teman dekat Neil Blomkamp.

PS4: harganya masih mahal.

PS5: masih belum diproduksi.

Jacob Julian

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!