Sajak-Sajak Cep Subhan KM; Pada Rak Lama

pixabay.com

Pada Rak Lama

 

Sepanjang hidup, bayang-bayang beku tak pernah

terusir dari rumah sendiri,

tugur seperti patung jerami.

 

Ada takut pada geraknya tapi juga

satu babak komedi,

di pematang hidup selalu ada jeda

saat anak-anak tertawa dan percik lumpur

membuat gelap malam luntur.

 

Bukankah hidup adalah pasangan

malam dan siang,

baur yang dipisah fajar sadik dan kita

kerap kali tertukar mimpi dan pagi?

 

Maka tiap kali kupikir tiba

waktu berkemas dan jelang terdengar

bising kereta, kutinggal sebagian buku

pada rak-rak lama, dalam kamarku

menjauh dari cahaya.

 

Balada Sajak

 

Kau pasti ingat, kamar kelima, paling pojok, tepat di samping

pohon rambutan. Di depannya keran karatan,

di temboknya tergantung miring

sepasang jas hujan.

 

Masuklah setelah kau ketuk pintu

dan tak kau dengar jawaban

lalu kau ingat kuncinya rusak sejak minggu lalu

dan ibu kos pura-pura tak tahu.

 

Ambil dua lembar kertas, di atas meja kecil,

ditindih bungkus rokok yang isinya tinggal dua batang,

buku yang kau pinjam simpan saja di atas rak, samping kanan,

ada nasi di rice cooker, makan saja kalau kau mau,

lauknya kerupuk di kaleng Hong Guan.

 

Lantas pergilah setelah kau sendawa, kirimkan dua lembar sajak itu

Pada Dewi Setyowati…

 

Oya, tolong kosongkan asbak, ceruknya sudah tak muat

menampung sebatang rokok yang kau habiskan

dalam lima belas menit,

pergilah ke tong sampah depan kamar dan akan kau temukan

kaleng kosong racun tikus lalu lekas kembali dan bangunkan

tubuhku yang membiru di pojokan.

 

Malam Selalu Tahu

 

Cinta adalah ingatan tentang tawamu yang lepas

saat kamera tergenggam dan wajahmu bebas

melepaskan segala beban: bukankah manusia mati hanya hidup

dalam kenangan saat bunyi dan imaji bergabung

menolak ketiadaan?

 

“Ya,” katamu, “dan cinta bukan kisah yang sabar

mencari ujung, ia hanya kisah yang tak pernah ingkar

akan tawa dan murung.”

 

Karena ujung hanya ilusi yang tampak

saat kita ikuti gerak gelombang menjauh

dari sebuah tanjung

saat angin marah dan diam-diam kuhirup wangi rambutmu

sambil kuingat warna lipstikmu

yang berubah

 

seperti siang yang hampir punah. Lalu kita berhenti

berbicara tentang cinta, sebelum kita pergi

dan malam selalu tahu

ke mana kita pergi

seperti malam-malam lalu

yang kita tahu.

 

Begawan

  • Bakdi Soemanto

 

Ada yang anteng berkawan Kata di tengah Yogya,

bercengkerama Pariyem dan Bu Bei sambil menikmati

Tart Bulan Desember.

Bau pastura merayap dari kandil berukir

wajah garang Oedipus sebelum buta.

 

Kemudian terdengar teriakan Spinx

dari halaman, langkah kaki yang berbelok kiri,

di ujung sana ada cahaya dan warung angkringan

sebelah pojok: dinding, jalan buntu, kuldesak,

tapi suaramu memantul mengisahkan

tahun-tahun yang pernah hadir, candra silam

yang pernah ada.

 

Maka aku menari, seperti Rumi yang kau akrabi,

sajak-sajak penganjur bidah,

sebab tuhan kian akrab dan manusia kian ganas

memancing alam telengas

dan kupikir mungkin memang wajib ada sebuah wabah

dan Oedipus berproklamasi, lalu damai di bumi.

 

Sayang sudah terlalu malam,

dan kau pergi.

Cep Subhan KM.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!