
Beliau adalah Ja’far bin Yunus Abubakar asy-Syibli. Berasal dari Mesir. Datang ke Baghdad. Menempuh pertaubatan di majelis rohani Syaikh Khairunnassaj. Beliau merupakan salah seorang murid dari Syaikh Junaid al-Baghdadi. Di bidang fikih, beliau mengikuti Madzhab Maliki. Beliau hafal seluruh isi Kitab Muwaththa’ karya Imam Malik yang berisi himpunan hadis Nabi Muhammad Saw.
Beliau dikenal sebagai seorang sufi yang alim, ahli fikih dan senantiasa memberikan pencerahan rohani kepada umat. Sedemikian cemerlang spiritualitas beliau. Sampai-sampai Syaikh Junaid al-Baghdadi, gurunya sendiri, memberikan testimoni tentang beliau dengan kalimat yang sangat mengagumkan.
“Janganlah kalian semua memandang Syaikh Abubakar asy-Syibli dengan pandangan yang kalian pergunakan untuk memandang orang lain. Karena beliau sesungguhnya merupakan salah satu pandangan dari sekian pandangan Allah Ta’ala,” ungkap Syaikh Junaid al-Baghdadi dengan kesungguhan spiritual yang tidak terbantahkan.
Beliau wafat di umurnya yang ke-87 pada bulan Dzulhijjah tahun 334 Hijriah. Ada kisah yang sangat menarik secara spiritual tentang beliau menjelang wafatnya sebagaimana dituturkan oleh Syaikh Bukair ad-Dainuri, salah seorang khadimnya.
Menurut sang khadim, pada hari Jum’at menjelang Syaikh Abubakar asy-Syibli wafat, beliau minta diantar ke masjid agung. Beliau berjalan sambil berpegangan pada tangan sang khadim. Sampai berjumpa dengan seorang lelaki, beliau berkata kepada khadimnya: “Bukair, besok aku akan membutuhkan bantuan orang ini,” sembari memberikan isyarat kepada si lelaki itu.
Setelah itu, mereka berdua shalat di masjid agung. Lalu, pulang. Pada malam harinya, Syaikh Abubakar asy-Syibli wafat. Orang-orang datang melayat. Mereka bilang bahwa di sebuah tempat di sana, ada seorang lelaki saleh yang berprofesi memandikan jenazah. Selepas tengah malam, Syaikh Bukair berangkat menuju rumah lelaki saleh tersebut.
Sampai di rumah yang dituju, Syaikh Bukair mengetuk pintu dan mengucap salam. Setelah menjawab salam, si lelaki saleh bertanya sebelum membuka pintu rumahnya: “Syaikh Abubakar asy-Syibli sudah wafat?” Sang khadim takjub bukan main. “Dari mana engkau tahu kalau Syaikh Abubakar asy-Syibli wafat?” tanya sang khadim. “Hai orang lugu, bukankah beliau yang kemarin siang bilang kepadamu: ‘Bukair, besok aku akan membutuhkan bantuan orang ini’?”
Betapa teguh dan suci hati Syaikh Abubakar asy-Syibli. Hanya bersandar dan tertarik kepada Allah Ta’ala, tidak kepada apa atau siapa pun yang lain. Senantiasa rindu dan cinta kepada hadiratNya. Bahkan beliau sering kali mengalami mabuk rohani sebagaimana tergambar di dalam salah satu puisinya berikut ini:
“Lantaran cinta yang meluap-luap kepadaMu, hari ini aku lupa terhadap shalatku. Aku tidak bisa membedakan pagi dan malam. MenyebutMu, oh Tuanku, adalah makanan dan minumanku. Menatap wajahMu, oh Tuanku, adalah kesembuhan bagi seluruh penyakitku.”
Betapa sangat nyata bahwa beliau adalah seorang sufi yang keseluruhan hidupnya betul-betul tertambat kepada Allah Ta’ala, fokus kepada ketauladanan Nabi Muhammad Saw. Sehingga beliau terjaga dari berbagai macam ketergelinciran terhadap lubang-lubang dosa dan kelalaian. Hidup beliau sedemikian indah, penuh dengan berkah dan kemanfaatan bagi sesama. Wallahu a’lamu bish-shawab.
- Syaikh Hamzah al-‘Uqaily - 7 February 2025
- Syaikh Amirjah Bayya’ al-Fikhar - 31 January 2025
- Syaikh Abu al-Muzhaffar at-Tirmidzi - 24 January 2025